Menertibkan Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024
Kolom

Menertibkan Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024

Sanksi yang diatur saat ini tidak cukup memberikan efek jera kepada oknum tim kampanye yang tidak menghormati aturan yang berlaku. Perlu sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan dalam kegiatan pemilu.

Bacaan 4 Menit
Natanael Manullang. Foto: Istimewa
Natanael Manullang. Foto: Istimewa

Indonesia telah memasuki masa pesta demokrasi lima tahun sekali yang kita kenal dengan nama Pemilihan Umum (Pemilu). Momen ini paling ditunggu untuk pergantian pemimpin tertinggi yang baru di Republik Indonesia. Namun, ada beberapa catatan penting yang telah terjadi berkaitan dengan aktifitas kampanye.

Pertama, mari merujuk Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjelaskan pengertian pemilu. Tertulis bahwa Pemilihan Umum adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Setiap pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu memiliki tim kampanye masing-masing. Tim Kampanye adalah tim yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama dengan Partai Politik yang mengusung pasangan calon. Tim ini didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan kampanye. Ketentuan ini sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 ayat 23 pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum (PKPU Kampanye Pemilu).

Baca juga:

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden membentuk tim kampanye dengan terkait segala pelaksanaan kampanye. Tugas itu termasuk menyusun seluruh kegiatan tiap tahapan kampanye dan bertanggung jawab atas teknis pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan Pasal 8 ayat 4 PKPU Kampanye Pemilu. Selanjutnya Pasal 9 ayat 1 PKPU Kampanye Pemilu menyatakan pasangan calon, Partai Politik, dan/atau Gabungan Partai Politik wajib mendaftarkan tim kampanye. Ketentuan pendaftarannya diatur lebih lanjut pada Pasal 9 ayat ayat 2.

Tim kampanye dari setiap pasangan calon memiliki metode tersendiri untuk melakukan kegiatan kampanye. Tentu saja mereka mengusahakan agar pasangan calon yang diusung dapat menang. Metode kampanye tersebut harusnya juga menjadi hal yang diatur. Tujuannya agar dalam pelaksanaannya tidak banyak terjadi penyelewengan ataupun melanggar segala aturan yang berlaku.

Pada tahapan sebelum masa kampanye yang resmi dimulai 28 November 2023 lalu, salah satu metode yang marak dilakukan tim kampanye adalah pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum. Definisi alat peraga kampanye menurut Pasal 1 ayat 28 PKPU Kampanye Pemilu adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya dari peserta pemilu, yang dipasang untuk keperluan kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih peserta pemilu tertentu.

Pasal 32 ayat 2 PKPU Kampanye Pemilu membatasi alat peraga kampanye hanya meliputi baliho/billboard/ videotron; spanduk; umbul-umbul. Tiga bentuk alat peraga kampanye itu sangat banyak digunakan oleh tim kampanye.

Selanjutnya Pasal 32 ayat 3 PKPU Kampanye Pemilu sangat jelas menerangkan ukuran yang boleh digunakan tim kampanye. KPU sudah sangat jelas mengatur alat peraga kampanye. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak oknum tim kampanye yang tidak mematuhi ketentuan dari KPU.

Selain aturan alat peraga kampanye, terdapat juga aturan dalam Lampiran Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 (PKPU Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024). KPU saat itu menetapkan aturan masa kampanye pemilu dimulai sejak Selasa, 24 November 2023 sampai dengan Sabtu, 10 Februari 2024. Sayangnya lagi-lagi fakta di lapangan banyak sekali menunjukkan alat peraga kampanye—khususnya umbul-umbul dan baliho dari partai politik yang mengusung pasangan calonnya—di luar masa kampanye pemilu. Ukurannya tidak wajar serta ditempatkan pada lokasi yang dilarang oleh Peraturan Daerah, khususnya Peraturan Daerah DKI Jakarta.

Tercatat tanggal 8 Agustus 2023 silam, Arifin selaku Kasatpol PP DKI Jakarta telah menertibkan sebanyak 25.899 lembar alat peraga kampanye. Sebanyak 5.689 lembar untuk spanduk, baliho, dan banner, lalu 19.602 lembar bendera, 132 lembar umbul-umbul, juga 476 lembar pamflet. Penertiban kala itu dilakukan oleh Satpol PP karena adanya aduan dari masyarakat agar tim kampanye mengikuti aturan KPU. Masyarakat ingin agar kegiatan berkampanye lebih tertib, nyaman, dan teratur. Keterangan Kasatpol PP DKI Jakarta saat itu menyampaikan akan selalu berkomunikasi dan bersinergi dengan Bawaslu dan KPU untuk menjaga aturan berkampanye.

Pernyataan yang disampaikan oleh Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI dan Rahmat Bagja selaku ketua Bawaslu menegaskan tekad penertiban yang sama. Sebelum masa kampanye dimulai, pemasangan bendera dan nomor urut partai politik di luar lingkungan internal partai politik termasuk pelanggaran. Keduanya telah meminta agar partai politik patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Pasal 68 ayat 1 huruf e pada Bab VIII—mengenai larangan dan sanksi—PKPU Kampanye Pemilu dengan tegas menyampaikan, “Pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang: Mengganggu ketertiban umum“. Keadaan yang terjadi alat peraga kampanye yang digunakan oleh tim kampanye telah mengganggu ketertiban umum. Kegiatan tim kampanye yang melanggar itu dapat dikenakan sanksi seperti diatur dalam Pasal 76 ayat 2 PKPU Kampanye Pemilu. Bentuk sanksinya adalah, “a. peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu daerah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain”.

Pelanggaran terhadap ketertiban umum yang dimaksud adalah sebagaimana diatur Pasal 52 ayat 1 dan ayat 2 PKPU Kampanye Pemilu yaitu, “ (1) Setiap orang atau badan dilarang menempatkan atau memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul, maupun atribut-atribut lainnya pada pagar pemisah jembatan, pagar pemisah jalan, jalan, jembatan penyeberangan, halte, terminal, taman, tiang listrik dan tempat umum lainnya; (2) Penempatan dan pemasangan lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul maupun atribut-atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.”

Penulis berharap KPU dan Bawaslu dapat mengeluarkan aturan yang memiliki sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan dalam kegiatan pemilu. Penulis merasa sanksi yang diatur saat ini tidak cukup memberikan efek jera kepada oknum tim kampanye yang tidak menghormati aturan yang berlaku. Oleh karena itu, penulis sangat berharap segala pelanggaran yang terjadi menjelang pesta demokrasi ditindak tegas dan nyata. Semoga pesta demokrasi di Republik Indonesia dapat berjalan dengan tertib, teratur, aman, dan patuh terhadap seluruh aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

*)Natanael Manullang, S.H., advokat di Jakarta.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

 

Tags:

Berita Terkait