Mengenal Blockchain, Teknologi Baru yang Ramai Dibincangkan
Terbaru

Mengenal Blockchain, Teknologi Baru yang Ramai Dibincangkan

Persoalan blockchain pada dasarnya adalah karena ketidakpercayaan manusia atau orang kepada lembaga yang men-centralized semua kegiatan manusia.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
AVP Premium Content Hukumonline Christina Desy, dalam pemaparannya di acara diskusi publik bertajuk 'The Rule of Code: Tantangan Hukum dan Regulasi Blockchain', Selasa (30/5/2023). Foto: RES
AVP Premium Content Hukumonline Christina Desy, dalam pemaparannya di acara diskusi publik bertajuk 'The Rule of Code: Tantangan Hukum dan Regulasi Blockchain', Selasa (30/5/2023). Foto: RES

Setelah acara peresmian Hukumonline Corner di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pertama di wilayah Jawa Barat, Selasa (30/5/2023) kemarin, Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung (FH UNISBA) menggelar diskusi publik bertema “The Rule of Code: Tantangan Hukum dan Regulasi Blockchain”.

“Blockchain merupakan teknologi baru. Teknologi ini fungsinya apa? Yaitu untuk melakukan penyimpanan dan pertukaran data,” ujar AVP Premium Content Hukumonline Christina Desy, dalam pemaparannya di acara diskusi publik bertajuk “The Rule of Code: Tantangan Hukum dan Regulasi Blockchain”, Selasa (30/5/2023).

Ia melanjutkan saat ini tidak ada centralized entity yang memang mengatur mengenai blockchain secara khusus yang membuatnya menjadi sangat bebas. Bahkan, di berbagai negara termasuk Indonesia, perihal blockhain ini masih menjadi suatu isu yang pembahasannya terus bergulir.

Baca Juga:

Melihat beragam persoalan yang muncul, kata Desy, dijumpai adanya sedikit distrust dari otoritas yang sudah ada. “Karena banyaknya definisi dari blockchain sampai sekarang, belum ada universally accepted definition dari blockchain,” kata dia.

Dalam setiap transaksi atau perubahan data dalam jaringan blockchain dapat terlihat dari yang terhubung dengan jaringan tersebut. Di sisi lain, dilengkapi kriptografi membuat keamanan data blockchain semakin kuat. Hal tersebut yang membuatnya dapat dipastikan data tidak mudah dimanipulasi.

“Banyak orang yang menganggap blockchain sama dengan cryptocurrency. Padahal cryptocurrency sendiri hanya salah satu bentuk penerapan dari teknologi blockchain. Cryptocurrency sebenarnya mata uang, alat tukar. Hingga saat ini di Indonesia cryptocurrency belum dianggap sebagai mata uang, tapi di banyak negara lain sudah dipakai,” terang Desy.

Desy melihat saat ini telah terdapat banyak macam cryptocurrency. Sebut saja diantaranya Bitcoin, Ethereum, Litecoin, Dogecoin, dan lain-lain. Fenomena ini terjadi lantaran tidak ada entitas tertentu yang bisa meregulasi perihal kripto maupun blockchain pada umumnya.

Hukum sulit menjangkau

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Dekan II FH UNISBA Dr. Neni Ruhaen mengatakan di beberapa negara, tidak ada regulasi yang terpusat dalam hukum siber ini mengenai blockchain. “Persoalan terkait blockchain pada dasarnya karena ketidakpercayaan manusia atau orang kepada lembaga yang men-centralized semua kegiatan manusia baik di dunia nyata maupun dunia maya,” ujar Neni Ruhaen.

Hukumonline.com

Wakil Dekan II FH UNISBA Dr. Neni Ruhaen.

Atas ketidakpercayaan itu, dibangun jaringan sendiri yang dinamakan blockchain. “Mereka bergerak sendiri, makanya hukum sulit sekali menjangkau masuk ke sana. Karena mereka membuat komunitas ini sudah tidak percaya dengan hukum. Sudah tidak percaya kepada lembaga yang men-centralized mereka. Jadi mereka ingin bikin sendiri yang terbuka,” ujarnya.

Ia mengakui memang terdapat sejumlah keunggulan yang dimuat dalam blockchain. Seperti dengan menggunakan algoritma dalam sistemnya membuat sulit dimanipulasi. Bila terdapat pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang hendak melakukan penyalahgunaan akan agak kesulitan.

“Paling dikhawatirkan itu (tentang blockchain) di tingkat internasional, pemanfaatan cryptocurrency untuk alat tukar atau mata uang. Itu (bisa jadi kesempatan) money laundering, penggunaan dana untuk terrorism. Dana tidak bisa dipantau, mereka bisa bergerak sendiri. Blockchain ini aplikasi pemanfaatannya sangat banyak, tapi (sering) muncul atau mencuat (dari tantangan) itu adalah cryptocurrency yang digunakan sebagai alat tukar.”

Hukumonline.com

Suasana diskusi bertajuk ‘The Rule of Code: Tantangan Hukum dan Regulasi Blockchain’ di FH UNISBA.

Akademisi Hukum Ekonomi Syari’ah (Mu’amalah) UNISBA, Dr. Sandy Rizki Febriadi, menuturkan bagaimana dalam Hukum Islam juga mengikuti perkembangan teknologi termasuk terkait dengan blockchain. Apalagi, ajaran Hukum Islam telah memberikan nilai perlindungan universal dalam setiap kemajuan dalam bidang teknologi untuk tujuannya menjaga kehormatan dari manusia.

Tags:

Berita Terkait