Mengenal Lebih Jauh Penerapan Beneficial Ownership Korporasi
Berita

Mengenal Lebih Jauh Penerapan Beneficial Ownership Korporasi

Pelaporan Beneficial Ownership penting tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi korporasi.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

"Dalam perpres ini korporasi mulai dimasukkan mulai dari peraturan peremerintaj dan lain lain. Awalnya dari pengadilan tapi karena ada kekosongan hukum diambil alih Kemenkumham. Koperasi juga kewenangan ada di kemenkop, tapi pendaftaran ke Kemenkumham. Dimasukkan ke subjek apa saja harus menyampaikan pemilik manfaat," jelasnya.

Ferry juga menyampaikan perbedaan Permenkumham No. 15 dan No. 21 Tahun 2019. Untuk Permenkumham Nomor 15, sifatnya lebih menjelaskan bagaimana penerapan pelaporan BO, seperti menetapkan siapa pemilik manfaat, menyampaikan informasi yang benar mengenai pemilik manfaat, Menteri dapat melakukan kerjasama pertukaran pemilik manfaat dari korporasi maupun instansi lain, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi.

Ichwan Sukardi, Managing Partner RSM Indonesia pada sesi kedua acara menjelaskan hubungan antara BO dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau yang lazim disebut Tax Treaty. Menurutnya, pemilik manfaat pertama kali diperkenalkan dalam Tax Treaty dan hukum pajak untuk memastikan bahwa pemilik 100 persen secara hukum tersebut tidak dapat menikmati manfaat dari Tax Treaty.

Sebenarnya perjanjian Tax Treaty dengan negara lain sangat bermanfaat bagi Indonesia karena mendatangkan Investasi. Namun ada konsekuensi lain yaitu hilangnya pemasukan pemerintah dari sektor pajak karena adanya perjanjian tersebut. "Pada 2002 Indonesia punya Tax Treaty dengan Mauritius, di tahun berikut nomor 1 investasi di Indonesia dari Mauritius. Tapi Setelah di review tujuan tidak bener, Indonesia kehilangan potensi pajak, Tax Treaty dibatalkan," ujarnya.

Bagaimana BUMN?

Salah satu yang cukup menarik adalah bagaimana perusahaan BUMN yang mendapat modal penyertaan negara mengetahui siapa sebenarnya pemilik manfaat. "Kalau kepemilikan kami itu BUMN, harus identifikasi pemilik manfaat, untuk korporasi seperti kami gimana menentukan pemilik manfaat, ini kan orang perseorangan, ini gimana?" tanya seorang peserta.

"(Perusahaan) BUMN laporkan saja, tapi yang kita inginkan yang benar-benar de facto, riil, Meneg (BUMN) kan ada wakilnya. Deputinya banyak, tidak selalu menteri yang dominam ada orang-orang tertentu yang sangat dominan, mengendalikan BUMN itu sendiri," jawab Yunus.

Ia berpendapat, hampir setiap komisaris perusahaan BUMN merupakan eselon I di Kementerian, sehingga perlu diketahui apakah pejabat tersebut dominan mempengaruhi keputusan korporasi. Jika memang demikian, maka pejabat tersebut bisa dianggap sebagai pemilik manfaat dari perusahaan BUMN sehingga namanya harus dicantumkan.

Namun sebaliknya, jika memang belum ditemukan maka yang dicantumkan adalah Menteri Negara BUMN. Meskipun begitu, hal tersebut juga harus diteliti lebih dulu siapa pemilik manfaat sebenarnya dari korporasi BUMN yang dimaksud. Sebab ia meyakini, hampir tidak ada perusahaan plat merah yang benar-benar independen dalam mengambil suatu keputusan.

"Kalau ada itu harus disclose apa adanya, kalau formal pastilah itu semuanya negara, Meneg BUMN, tapi yang kita ingin cari secara de facto secara riil ikut serta mempengaruhi keputusan disana, pasti ada dan setahu saya BUMN tidak ada yang benar-benar independen, sehingga mereka takut diskresi, takut sekali. Ada orang yang sangat mempengaruhi," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait