Menggagas Hukuman Sita Jaminan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi
Utama

Menggagas Hukuman Sita Jaminan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi

Butuh instrumen hukum untuk mengatasi belum optimalnya pemulihan keuangan negara dalam kejahatan korupsi dengan mengusung pendekatan sita jaminan yang berada dalam rumpun hukum perdata menjadi diterapkan pada hukum pidana.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi korupsi. Sumber: BAS
Ilustrasi korupsi. Sumber: BAS

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti sistem pemidanaan bagi pelaku korupsi di Indonesia masih belum cukup memberi efek jera. Perlu sistem hukuman yang memaksimalkan pada perampasan aset dari pelaku tindak kejahatan korupsi tersebut. Sayangnya, upaya mengubah orientasi pemidanaan tersebut belum didukung oleh regulasi yang memadai.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyampaikan pemidanaan hukuman badan dan pemulihan kerugian negara masih belum optimal penerapannya pada tren penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi. Sehingga, butuh instrumen hukum untuk mengatasi persoalan tersebut dengan mengusung pendekatan sita jaminan yang berada dalam rumpun hukum perdata menjadi diterapkan pada hukum pidana.

Dia menyampaikan gagasan sita jaminan tersebut diperoleh dari hasil kajian mendalam yang melibatkan para ahli dan pihak-pihak yang berpengalaman sebagai narasumber. Gagasan sita jaminan bertujuan merumuskan alternatif kebijakan publik dalam bidang pemberantasan korupsi yang ditekankan pada upaya pemulihan kerugian keuangan negara.

Kurnia menjelaskan, salah satu indikasi masih belum optimalnya penegakan hukum kejahatan korupsi terlihat dari indeks persepsi korupsi dibandingkan 2019. “Ada sejumlah hal yang harus diperbaiki salah satunya regulasi yang menyokong pemberantasan korupsi. Tentu ada juga aspek lain yang penting seperti perbaikan penegakan hukum, vonis, mengubah perilaku masyarakat supaya anti-korupsi harus dipikirkan bersama,” ungkap Kurnia.

Baca juga:

Dia menjelaskan, penanganan perkara tindak pidana korupsi tidak semata-mata ditujukan untuk memenjarakan pelaku namun harus berorientasi pada pemulihan kerugian negara. Terdapat selisih yang signifikan antara kerugian negara dengan pemulihan keuangan negara selama ini. Pada 2020, ICW mencatat terdapat kerugian negara sebesar Rp56 triliun sedangkan pemulihan keuangan negara hanya Rp19,6 triliun. “Pertanyaan lanjutannya ke mana ribuan triliun lagi?” ungkap Kurnia.

Selain itu, rendahnya pemulihan keuangan negara karena masih belum optimalnya penggunaan regulasi Undang Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) khususnya Pasal 77 dan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Tags:

Berita Terkait