Mengintip Pengaturan Devisa Hasil Ekspor dalam RPP DHE SDA
Utama

Mengintip Pengaturan Devisa Hasil Ekspor dalam RPP DHE SDA

Pengusaha tambang menilai ironis sanksi yang bakal diterapkan dalam aturan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam.

Oleh:
M-27
Bacaan 2 Menit

 

Respons Pengusaha Tambang

Perusahaan pertambangan menjadi salah satu sektor yang termasuk dalam daftar wajib menyerahkan kembali DHE. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1952/84/MEM/2018 tentang Penggunaan Perbankan di Dalam Negeri atau cabang Perbankan Indonesia di Luar Negeri untuk Penjualan Mineral dan Batu Bara ke Luar Negeri. Kebijakan tersebut berlaku sejak 5 September 2018 silam.

 

Tidak hanya itu, aturan ini berlaku bagi pemegang izin pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), pemegang kontrak karya (KK), perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B), izin usaha usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, serta izin usaha pertambangan, operasi pertambangan, operasi produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan dengan menggunakan cara pembayaran letter of credit (L/C).

 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengungkapkan alasannya terhadap realita atas banyaknya perusahaan tambang yang masih belum melakukan penyerahan kembali DHE dan menempatkan ke dalam SKI.

 

“Karena banyak eksportir yang sudah mengikat perjanjian dengan off taker yang antara lain sudah mengatur penempatan DHE di bank2 di luar sesuai yg diperjanjikan,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Kendati demikian, Hendra menjelaskan mengenai rendahnya tingkat DHE yang di konversi ke dalam rupiah dikarenakan biaya operasional lebih banyak menggunakan valuta asing.

 

“Perusahaan banyak melakukan eksposure dalam USD, biaya operasional juga banyak dalam USD terutama penggunaan alat-alat berat, kewajiban pembayaran ke negara juga perhitungannya dalam USD,” katanya.

 

Menanggapi sanksi yang akan dikenakan kemudian, Hendra menyatakan bahwa hal tersebut tidak selaras. “Mengenai sanksi, terkesan ironis, di satu sisi perusahaan di minta untuk meningkatkan produksi dan ekspor, namun di sisi lain jika tidak comply dalam mengkonversi DHE ke SKI bisa sampai dicabut izin ekspornya. Terlalu ekstrem sanksinya,” ujarnya.

 

Tags:

Berita Terkait