Menguji Nyali Majelis Kehormatan Bongkar Skandal Perubahan Putusan MK
Terbaru

Menguji Nyali Majelis Kehormatan Bongkar Skandal Perubahan Putusan MK

Bila tidak diusut tuntas, skandal itu bakal mendagradasi citra MK di tengah masyarakat. Perlu peran proaktif MK membantu kepolisian membongkar skandal tersebut.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Penting pula memperhatikan rumuan norma dalam Pasal 15 UU No.7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur syarat menjadi hakim konstitusi.  Pasal 15 ayat (1) menyebutkan, “Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; b. adil; dan c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan”.

Nah atas dasar itulah, bila terdapat hakim konstitusi terlibat skandal perubahan isi putusan MK 103/PUU-XX/2002, maka menjadi tidak layak menempati kursi pengawal konstitusi di lembaga peradilan konstitusi. Sebab, secara sengaja mengubah putusan persidangan adalah perbuatan tercela secara etik, berdimensi pidana, dan amat memalukan. 

Sementara Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni meminta Polri turun tangan mmembongkar  adanya skandal perubahan putusan MK. Sahroni menengarai adanya oknum ‘bermain’ terhadap perubahan frasa dalam putusan MK 103/PUU-XX/2002. Sebab adanya perubahan frasa dalam putusan MK menjadi amat penting.

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu berharap skandal tersebut dapat dibongkar kepolisian secara terang benderang. Pihak MK pun diminta proaktif membantu kerja kepolisian dalam membongkar dugaan tindak pidana tersebut agar perkara dapat terbuka secara terang-benderang.   Dia pun mengusulkan ke komisi tempatnya bernaung agar mengagendakan rapat dengan MK menelisik kejelasan dugaan skandal kasus tersebut.

Saya rasa MK juga harus proaktif membantu polisi membuka kasus ini demi nama baik institusi,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, putusan MK dalam Perkara No. 103/PUU-XX/2002 dinilai berubah isi substansinya dari yang dibacakan ketika di ruang sidang dengan penulisan yang ada di dalam risalah dan juga salinan putusannya. Dalam hal ini, MK diduga mengubah isi substansi putusannya yang berkaitan dengan pencopotan Hakim Konstitusi, Aswanto yang digantikan oleh Guntur Hamzah yang sebelumnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK.

Putusan No. 103/PUU-XX/2022 yang dimohonkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, merupakan uji materi UU 7/2020. Kalimat yang diubah dan dipermasalahkan ada pada salinan putusan halaman 51. Dalam persidangan hakim konstitusi Saldi Isra menyebut kalimat ‘dengan demikian’ yang diucapkan dalam sidang putusan tanggal 23 November 2022. Sedangkan di salinan putusan yang diunggah MK dalam website ada pada bagian yang sama kalimatnya diubah menjadi ‘ke depan’ dalam salinan putusannya.

Tags:

Berita Terkait