Mengulas Fenomena Perkara Perdata yang Dipidanakan di Indonesia
Utama

Mengulas Fenomena Perkara Perdata yang Dipidanakan di Indonesia

Antara ingkar janji (wanprestasi) dengan niat jahat beda-beda tipis, tetapi tetap dapat dinilai dari intensi yang bersangkutan. Bila memiliki niat jahat, maka sedari awal memang hendak melakukan penipuan. Sedangkan ingkar janji lebih kepada terjadinya kondisi tertentu yang membuat pihak bersangkutan tidak dapat memenuhi janjinya.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Terdakwa berinisial JT (tengah) bersama Tim Penasihat Hukum dari Hotma Sitompoel Law Firm. Foto: Istimewa
Terdakwa berinisial JT (tengah) bersama Tim Penasihat Hukum dari Hotma Sitompoel Law Firm. Foto: Istimewa

Beralihnya suatu perkara perdata menjadi perkara pidana nampaknya bukanlah fenomena baru. Belum lama ini, terjadi perkara yang melibatkan klien dari Hotma Sitompoel Law Firm sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 559/Pid.B/2022/PN.Jkt.Pst tertanggal 31 Juli 2023. Majelis Hakim yang memutus perkara ini menyatakan Terdakwa berinisial JT lepas dari segala tuntutan hukum.

“Awalnya, ada pertemanan, let's say si A punya teman si C. Mereka dari dulu membuat perusahaan, tetapi perusahaan ini akhirnya beli tanah diatasnamakan para pihak supaya SHM. Nah, dari situ diperkarakanlah klien saya ini karena mau keluar dari perusahaan,” ujar Penasihat Hukum JT, Ditho HF Sitompoel saat dihubungi Hukumonline, Jum'at (18/8/2023).

Baca Juga:

Saat itu, kata dia, diharuskan adanya transaksi jual-beli terhadap tanah. Ketika melakukan akad jual-beli itu, masih terdapat prestasi yang belum dilakukan pihak lain. “Sehingga klien kami tidak mau membalik nama. Karena tidak mau balik nama, ini dibilang penipuan,” kata Ditho.

Menurutnya, fenomena perkara perdata “dipidanakan” seperti ini sudah seringkali terjadi di Indonesia. Mengingat hal ini mengandung hak bagi setiap orang melakukan laporan pidana kepada pihak kepolisian. Akan tetapi, menjadi pertanyaan besar mengapa laporan pidana ini dapat diproses hingga ke meja hijau yang sebetulnya merupakan perkara perdata dalam kaitannya dengan wanprestasi.

“Misal perjanjian, perjanjian ini dilakukan itu sebelum peristiwa pidana atau setelah peristiwa? Kalau memang ada peristiwa pidana habis itu diikuti perjanjian baru itu bisa jadi peristiwa pidana. Tapi kebanyakan kan memang murni perjanjian, dibikin itu jadi pidana. Ada penipuan (contohnya). Padahal itu semata-mata wanprestasi.”

Seperti dalam kasus yang ditangani oleh alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) dan Queen Mary University of London itu misalnya, tidak dibaliknya nama sertifikat meskipun telah dibayarkan oleh pihak lain, tapi sebetulnya disebabkan masih belum terpenuhinya prestasi lainnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait