Menunda Pengesahan RUU PPRT, Membiarkan Pekerja Rumah Tangga Jadi Korban Kekerasan
Terbaru

Menunda Pengesahan RUU PPRT, Membiarkan Pekerja Rumah Tangga Jadi Korban Kekerasan

Data Jaringan Nasional Advokasi PRT, lebih dari 400 PRT mengalami berbagai kekerasan pada periode 2012-2021. Kekerasan yang dialami antara lain psikis, fisik, ekonomi, pelecehan seksual, bahkan berada dalam situasi perdagangan manusia.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Selain melindungi PRT dalam negeri, Binti berpendapat disahkannya RUU PPRT bisa meningkatkan posisi tawar pemerintah Indonesia dalam melakukan diplomasi kepada negara penempatan. “Dalam rangka menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran yang dialami PRT migran di luar negeri,” urainya.

Perwakilan Yayasan JPIC Divina Providentia Kupang Suster Laurentina, mengatakan sebagai biarawati Katholik, dirinya sangat diharapkan untuk memperlakukan semua manusia secara manusiawi apapun jenis pekerjaannya. Pekerjaan yang dilakukan manusia tak sekedar masalah upah, hak dan kewajiban tapi juga dimensi sosial.

“Para majikan harus memperhatikan para PRT sebagai manusia yang harus dihargai bukan sebagai budak yang hanya dimanfaatkan tenaga saja. Maka segeralah negara kita untuk mengesahkan RUU PPRT agar mereka terlindung,” usulnya.

Aktivis IPPMI, Novia, mencatat sudah banyak PRT yang mengalami eksploitasi di tempat kerja. Kekerasan fisik, mental, seksual dan verbal serta tidak mendapatkan kondisi kerja yang layak. Hal tersebut akan terus terjadi karena absennya payung hukum yang melindungi PRT. Novia menegaskan, organisasinya mendesak RUU PPRT segera disahkan agar PRT mendapat perlindungan yang memadai.

“Pengesahan RUU PPRT berdampak pada PRT migran yang berjuang menuntut perlindungan atau payung hukum di negara penempatan. PRT adalah pekerja, PRT adalah kita,” katanya.

Tags:

Berita Terkait