Menyoal Masuknya Pidana Khusus dalam RKUHP
Utama

Menyoal Masuknya Pidana Khusus dalam RKUHP

Hanya sebagai bridging agar bila terdapat UU baru terkait delik baru menjadi acuan pada asas-asas umum yang terdapat dalam KUHP baru.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam webinar bertajuk 'Proyeksi Implementasi RKUHP di Indonesia' belum lama ini. Foto: RFQ
Narasumber dalam webinar bertajuk 'Proyeksi Implementasi RKUHP di Indonesia' belum lama ini. Foto: RFQ

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih berstatus berproses, kendatipun belum ada pembahasan lanjutan antara pemerintah dan DPR. Dari sisi substansi masih terdapatnya kritik, antara lain memasukan tindak pidana khusus dalam RKUHP. Sebab, hal ini berpotensi mengaburkan makna kekhususan asas dan karakter beberapa tindak pidana khusus yang ada selama ini.

“Tindak pidana khusus memiliki kekhususan tertentu yaitu asas-asasnya dan karakteristik kejahatannya,” ujar Wakil Ketua bidang internal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Munafrizal Manan dalam webinar bertajuk “Proyeksi Implementasi RKUHP di Indonesia” belum lama ini.

Dia mengingatkan hukum pidana Indonesia lama sudah lama mengenal pembedaan pidana umum dan khusus. Untuk tindak pidana umum diatur melalui KUHP yang berisi kumpulan kejahatan biasa atau ordinary crime. Sedangkan pidana khusus diatur dalam UU yang bersifat khusus sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crimes, the most serious crimes.

Namun faktanya, RKUHP menggabungkan tindak pidana umum dan khusus dalam Buku Kedua. Setidaknya terdapat lima jenis tindak pidana khusus yang sudah diatur dalam UU khusus sendiri, tapi kemudian dimasukkan ke dalam RKUHP. Seperti tindak pidana berat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), tindak pidana terorisme, korupsi, pencucian uang, dan narkotika. “(Penyusun, red) RKUHP tidak mengemukakan alasan yang bisa meyakinkan (publik, red) apa urgensi memasukkan tindak pidana khusus itu ke dalam RKUHP?”

Tapi, dia melihat menggabungkan pidana umum dan khusus ke dalam RKUHP tampaknya lebih karena pertimbangan agar RKUHP lebih komprehensif. Memasukkan pengaturan lima jenis pidana khusus itu ke dalam RKUHP seolah menerapkan metode omnibus law. Menurutnya, konsekuensi memasukan jenis tindak pidana khusus ke dalam RKUHP bisa berdampak antara pidana umum dan khusus dalam UU yang berbeda menjadi kabur.

“Penggunaan istilah atau asas lex specialis untuk UU mengenai tindak pidana khusus dan istilah lex generali untuk RKUHP menjadi tidak jelas lagi,” kata dia.

Dia menegaskan RKUHP menyebut tindak pidana khusus memiliki karakter khusus. Antara lain dampak viktimisasinya besar; sering bersifat transnasional terorganisasi; pengaturan acara pidananya bersifat khusus. Kemudian, sering menyimpang dari asas umum hukum pidana materiil; adanya lembaga pendukung penegakan hukum yang bersifat khusus dengan kewenangan khusus; didukung oleh konvensi internasional.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait