Menyoal Sanksi Pidana bagi Penyelenggara Haji dan Umrah dalam UU Cipta Kerja
Berita

Menyoal Sanksi Pidana bagi Penyelenggara Haji dan Umrah dalam UU Cipta Kerja

Maksudnya baik untuk menghindari kasus seperti First Travel. Namun, konsekuensi dari tumpang tindih pasal terkait sanksi membuka celah terjadinya multitafsir atau pasal karet karena penegak hukum dapat mengenakan sanksi pidana saja atau sanksi administratif dan sanksi pidana sekaligus.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

Ia mengatakan konsekuensi dari tumpang tindih pasal terkait sanksi itu akan membuka celah bagi terjadinya multitafsir atau pasal karet karena penegak hukum dapat mengenakan sanksi pidana saja atau sanksi administratif dan sanksi pidana sekaligus.

Dari segi etika hukum, Bukhori menganggap pemberlakuan sanksi berlapis itu pun tidak pada tempatnya alias tidak adil karena melampaui batas kewajaran. Hal itu karena kedua sanksi tersebut menjerat perusahaan atau lembaga sekaligus pemiliknya di waktu yang sangat bersamaan. Padahal, pelanggaran pada pasal tersebut tidak termasuk yang pasti menimbulkan kematian.

Ia pun menduga munculnya ambiguitas terkait pengenaan sanksi berlapis untuk satu perbuatan dalam UU itu, sesungguhnya karena ketergesa-gesaan selama proses penyusunan UU Cipta Kerja.

Bukhori mengklaim pembahasannya saat itu dilakukan oleh pemerintah dan DPR secara terpisah dari PKS, khususnya terkait sanksi pidana pada Pasal 125 dan Pasal 126 UU Nomor 8 Tahun 2019 dengan menambahkan batas waktu lima hari.

“Pada mulanya, Fraksi PKS mencermati Pasal 68 merupakan concern utama kami, yakni terkait syarat PPIU yang harus kami pastikan adalah WNI dan muslim sebagaimana dalam UU No. 8/2019. Sebab sebelumnya, dalam draf RUU versi 1029 halaman, pemerintah secara gegabah menghapuskan syarat muslim dan WNI tersebut dan menggantinya dengan klausul persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Pusat,” kata Bukhori.

Alhasil, Fraksi PKS bersikeras untuk mempertahankan syarat semula hingga akhirnya berhasil terakomodir kendati harus melalui proses pembahasan yang alot di Baleg. “Sebagai konsekuensi, di UU Cipta Kerja yang terbaru kemudian memunculkan pasal tambahan, yakni Pasal 118A dan Pasal 119A sebagai pasal sisipan. Kedua pasal yang mengatur pengenaan sanksi administratif ini ternyata memiliki kaitan dengan Pasal 125 dan Pasal 126 terkait sanksi pidana sehingga memunculkan potensi sanksi berlapis,” ujarnya.

Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII DPR itu menilai konstruksi berpikir untuk melakukan perlindungan bagi jemaah melalui regulasi baru ini sesungguhnya sudah baik. Namun, dengan munculnya potensi pasal kontroversial tersebut justru akan menimbulkan permasalahan baru.

Tags:

Berita Terkait