Menyoal Sanksi Pidana bagi Penyelenggara Haji dan Umrah dalam UU Cipta Kerja
Berita

Menyoal Sanksi Pidana bagi Penyelenggara Haji dan Umrah dalam UU Cipta Kerja

Maksudnya baik untuk menghindari kasus seperti First Travel. Namun, konsekuensi dari tumpang tindih pasal terkait sanksi membuka celah terjadinya multitafsir atau pasal karet karena penegak hukum dapat mengenakan sanksi pidana saja atau sanksi administratif dan sanksi pidana sekaligus.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

Dia menggambarkan pada tahap awal calon jamaah harus menyetorkan Rp10 juta jika ingin mendapat porsi menunaikan ibadah umrah. Sementara sejatinya nilai minimal setoran sebaiknya tidak perlu ada patokan karena uang muka seharusnya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

Kemudian, kata dia, biro travel baru bisa menarik setoran calon jamaah dari bank jika cicilan berumrah jamaah terkait sudah mencapai minimal Rp15 juta. Sementara PPIU tidak dapat menunggu waktu terlalu lama dalam penyelenggaraan umrah karena membutuhkan dana secepatnya untuk operasional seperti booking akomodasi, transportasi dan unsur lainnya.

Jika harus menunggu cicilan jamaah senilai Rp15 juta baru dapat ditarik penyelenggara perjalanan, kata dia, maka yang terjadi biro travel umrah mencari dana talangan yang tidak mudah sehingga secara prosedur menyulitkan. Padahal sejatinya setoran yang didepositokan adalah uang jamaah umrah sendiri.

 

Tags:

Berita Terkait