Menyoroti Implementasi Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca-Putusan MK
Terbaru

Menyoroti Implementasi Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca-Putusan MK

Namun seiring perkembangannya, eksekusi jaminan fidusia masih sulit diimplementasikan sesuai dengan konsepsi hukum yang ideal. Sebab masih terdapat pasal-pasal yang dianggap masih bersifat inkonstitusional.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Sebagai salah satu narasumber, Subdit V Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, AKBP Wawan Muliawan menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan apabila terjadinya wanprestasi atau cidera janji terhadap perjanjian yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur, di mana eksekusi itu tetap harus memperhatikan segala aspek hukum yang berlaku.

“Diharapkan dengan dikeluarkannya Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan ini, eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur hukum, sehingga tidak ada lagi kekerasan serta intimidasi kepada debitur. Bagi kreditur sendiri dengan Peraturan Kapolri ini akan mendapatkan kepastian dan pengamanan hukum dalam melaksanakan eksekusi,” kata Wawan.

Dia menjelaskan Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011 mulai berlaku sejak 22 Juni tahun 2011, Perkap ini bertujuan untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, dan demi terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Seorang Ahli Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Akhmad Budi Cahyono melihat penerapan Putusan MK No.71/PUU-XIX/2021 dalam jaminan fidusia bahwa penerapan hukum dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia selama tidak adanya unsur kekerasan yang dilakukan, maka tidak melanggar pidana.

“Segala tindakan eksekusi jaminan fidusia tetap dapat dilakukan selama sesuai dengan putusan yang berlaku, di mana debitur mengakui tindakan wanprestasi yang dilakukan serta secara sukarela menyerahkan jaminan fidusianya, sehingga dalam praktiknya perlu dilakukan dengan tindakan-tindakan yang persuasif,” ucap pria kelulusan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia.

Operation Director FIFGROUP, Setia Budi Tarigan, menyampaikan pembekalan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan atas Putusan MK yang masih kurang dipahami saat ini. Mulai dari perlindungan hukum yang diberikan dalam sertifikat jaminan fidusia, implikasi Putusan MK ditinjau dari asas hukum kebendaan jaminan fidusia, dan implikasi Putusan MK terhadap tataran teori serta implementasi eksekusi jaminan fidusia.

Selain itu, dia mengungkapkan terdapat Oknum Debt Collector yang mengatasnamakan FIFGROUP dan sering terjadi kasus kekerasan oleh oknum debt collector tersebut tidak dibenarkan. Dalam pelaksanaannya, pihaknya menyatakan selalu patuh terhadap aturan dan prosedur yang berlaku, di mana setiap juru tagih yang melakukan penarikan unit memiliki surat kuasa dari perusahaan rekanan mitra penagih, sudah melakukan somasi sebanyak dua kali sebelum penarikan, dan membawa sertifikat jaminan fidusia.

“Saya mengimbau kepada seluruh pelanggan FIFGROUP untuk selalu berhati-hati terhadap penipuan, pencurian, ataupun perampasan dengan modus penarikan unit yang mengatasnamakan FIFGROUP. Pastikan kelengkapan identitas orang yang melakukan penarikan unit sudah lengkap, seperti mampu menunjukan surat penugasan resmi dan kepemilikan identitas serta bukti bahwa unit terdaftar di aplikasi internal FIFGROUP,” kata Setia.

Setia menambahkan dalam menghadapi penarikan unit, masyarakat khususnya pelanggan FIFGROUP perlu memperhatikan kembali kelengkapan identitas debt collector yang melakukan penarikan unit. Ini dilakukan guna mencegah terjadinya kasus pencurian, penipuan, ataupun perampasan atas barang-barang dan kendaraan milik pelanggan.

Tags:

Berita Terkait