Metamorfosis "Wajah" Praperadilan
Fokus

Metamorfosis "Wajah" Praperadilan

Sebelum putusan Hakim Sarpin, sudah ada putusan-putusan praperadilan lain yang menerabas Pasal 77 KUHAP.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit

Akan tetapi, sebelum putusan Sarpin, sebenarnya sudah ada sejumlah putusan praperadilan yang tidak "biasa". Antara lain, putusan praperadilan tersangka korupsi bioremediasi Chevron Bachtiar Abdul Fatah, serta putusan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Gorontalo Corruption Watch (GCW), dan anggota DPD Bengkulu Muspani.

Ada pula beberapa putusan praperadilan lain yang juga "menerabas" Pasal 77 KUHAP, yaitu putusan praperadilan PT Inti Indosawit Subur (anak usaha Asian Agri) dan putusan praperadilan PT Newmont Minahasa Raya. Beberapa contoh putusan praperadilan tersebut menunjukan adanya metamorfosis "wajah" praperadilan.

Dari yang semula hanya memeriksa sesuai ketentuan Pasal 77 KUHAP secara kaku, kemudian mulai "malu-malu" menerabas Pasal 77 KUHAP, hingga akhirnya penerabasan itu dikukuhkan dengan adanya putusan MK yang memperluas objek praperadilan. Berikut perubahan "wajah" praperadilan yang dirangkum oleh hukumonline.

1. Penetapan tersangka tidak sah

Putusan Sarpin mungkin menjadi putusan praperadilan yang paling fenomenal di tahun 2015. Putusan Sarpin terlihat mencolok, mengingat subjek pemohon praperadilan adalah seorang calon Kapolri. Selain itu, putusan Sarpin memicu gelombang praperadilan, khususnya praperadilan yang diajukan tersangka kasus korupsi di KPK.

Putusan Sarpin diikuti pula oleh Haswandi dan Upiek. Namun, sebenarnya, sebelum putusan Sarpin, telah ada putusan serupa pada November 2012. Hakim tunggal Suko Harsono menyatakan tindakan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan tersangka kasus korupsi bioremediasi Chevron, Bachtiar Abdul Fatah sebagai tersangka tidak sah.

Terhadap putusan praperadilan ini, Kejagung sempat berupaya mengajukan kasasi. Pengajuan kasasi Kejagung ditolak di PN Jakarta Selatan, sehingga Kejagung mencoba meminta pembatalan dari Mahkamah Agung (MA) dan melaporkan Suko ke Badan Pengawasan MA. Akhirnya, putusan praperadilan tersebut dibatalkan dan Suko dikenakan sanksi.

2. Penyitaan, penggeledahan, dan pemasangan police line tidak sah

Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman yang juga pemilik "Boyamin Saiman Law Firm" pernah mempraperadilankan Polri karena pemasangan garis polisi (police line) di Fasilitas Penunjang Satuan Rumah Susun (Fasum) Apartemen Slipi. Pengurus dan penghuni memberikan kuasa kepada kantor hukum Boyamin untuk memperaperadilankan Polri.

Tags:

Berita Terkait