MK Diminta Batalkan Frasa ‘Batal Demi Hukum’ dalam KUHAP
Berita

MK Diminta Batalkan Frasa ‘Batal Demi Hukum’ dalam KUHAP

Pemohon diminta untuk memperbaiki petitum permohonan karena dinilai ambigu.

ash
Bacaan 2 Menit

Menurutnya, putusan pemidanaan yang tidak memuat “perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan” seharusnya batal demi hukum. Sebab, putusan itu sejak semula dianggap tidak pernah ada, sehingga tidak dapat dieksekusi jaksa. Tetapi, kejaksaan tetap mengeksekusi putusan MA itu.

“Tindakan jaksa yang mengeksekusi putusan yang batal demi hukum dengan memenjarakan pemohon adalah tindakan melanggar Pasal 333 KUHP yakni merampas kemerdekaan seseorang,” kata Yusril.

Dia menilai Pasal 197 ayat (1), (2) KUHAP mengandung ketidakjelasan khususnya kata “ditahan” dan frasa “batal demi hukum”. Ketidakjelasan pasal itu berimplikasi pada rumusan Pasal 270 KUHAP, apakah jaksa sebagai eksekutor wajib menjalankan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, meski diketahui putusan itu batal demi hukum?         

Menanggapi permohonan, Ahmad Fadlil menilai uraian putusan batal demi hukum itu memang disebut Pasal 197 ayat (2) KUHAP. Tetapi, permohonan belum menjelaskan apakah dengan tidak dilaksanakannya Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP mengakibatkan pemohon dirugikan hak konstitusionalnya. “Kerugian konstitusional Saudara harus lebih diuraikan,” sarannya.    

Soal petitum, Fadlil menyarankan agar petitum permohonan diperbaiki karena petitum permohonan agak ambigu. Sebab, petitum permohonan lebih pada meminta penafsiran.  “Saudara bisa lihat putusan-putusan Mahkamah yang mengabulkan secara bersyarat. Umumnya, pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak ditafsirkan atau tidak dibaca, atau tidak dimaknai bla…bla...bla… Kedua, pasal itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kalau ditafsirkan/dibaca,” katanya mencontohkan.

Tags: