MK Tolak Pengujian UU Ibu Kota Negara
Terbaru

MK Tolak Pengujian UU Ibu Kota Negara

Mahkamah menilai semua dalil permohonan dianggap tidak beralasan menurut hukum.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Suasana sidang pembacaan putusan pengujian UU IKN di ruang sidang pleno MK, Rabu (20/7/2022). Foto: RES
Suasana sidang pembacaan putusan pengujian UU IKN di ruang sidang pleno MK, Rabu (20/7/2022). Foto: RES

Akhirnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian formil UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) dalam Perkara No.25/PUU-XX/2022. Semua dalil permohonan uji formil yang diajukan Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) ini dianggap tidak beralasan menurut hukum. Sebab, Mahkamah menganggap proses pembentukan UU IKN sudah sesuai prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dalam Provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,ujar Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor No.25/PUU-XX/2022, Rabu (20/7/2022).  

Permohonan ini diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN). Diantaranya, Abdullah Hehamahua (Pemohon I), Marwan Batubara (Pemohon II), Muhyidin Junaidi, (Pemohon III), dan lain-lain. Para pemohon menganggap proses pembentukan UU IKN cacat formil karena tidak disusun dengan perencanaan yang berkesinambungan, mulai dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara, dan pelaksanaan pembangunan.  

Selain itu, UU IKN dinilai tidak benar-benar memperhatikan materi muatan; UU IKN hanya mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam peraturan pelaksana. Dari 44 pasal dalam UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana; UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis; UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan; dan pembentukan UU IKN terlalu cepat (42 hari) dan minim partisipasi masyarakat.

Baca Juga:

Menurut Mahkamah, proses pembentukan undang-undang tidak tergantung cepat atau lambatnya pembahasan. Akan tetapi, proses pembentukan undang-undang wajib mengikuti kaidah proses pembentukan undang-undang sebagaimana diatur UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan perubahannya yang meliputi tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.

Sepanjang semua proses dalam tahapan tersebut telah terpenuhi dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh kehati-hatian oleh pembentuk undang-undang, maka terkait waktu penyelesaian dan pembahasan yang terkesan cepat atau fast track legislation bagian dari upaya pembentuk undang-undang untuk menyelesaikan undang-undang pada umumnya termasuk dalam hal ini UU IKN. Apalagi, UU 12/2011 dan perubahannya sampai saat ini tidak memberi ketentuan definitif kapan suatu RUU yang telah masuk dalam Prolegnas akan diselesaikan.

Tags:

Berita Terkait