MPR-DPD Ingatkan Pentingnya PPHN dalam Amandemen Konstitusi
Terbaru

MPR-DPD Ingatkan Pentingnya PPHN dalam Amandemen Konstitusi

Keberadaan PPHN yang bersifat arahan dipastikan tak akan mengurangi kewenangan pemerintah dalam menyusun cetak biru pembangunan nasional. Tapi, PPHN memerlukan amandemen konstitusi, khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan MPR Tahun 2021, di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/8/21). Foto: RFQ
Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan MPR Tahun 2021, di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/8/21). Foto: RFQ

Rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2009-2014 dan 2014-2019 menegaskan pentingnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional. Rekomendasi ini diperkuat dengan hasil kajian MPR periode 2019-2024. Karena itu, penting mewujudkan PPHN sebagai bagian memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Tahun 1945.

Demikian harapan yang disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan MPR, di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/8/21). Ada beragam pandangan masyarakat tentang pentingnya Indonesia memerlukan visi yang sama dalam rencana pembangunan nasional dan daerah mulai jangka pendek, menengah dan panjang bagi setiap pemerintahan.

“Dengan begitu, sistem manajemen pembangunan nasional menjadi demokratis, transparan, akuntabel dan terintegrasi. Termasuk menjamin pembangunan nasional yang fokus pada upaya pencapaian tujuan bernegara,” ujar pria yang akran disapa Bamsoet ini.

Menurutnya, keberadaan PPHN yang bersifat filosofis sangat penting memastikan potret wajah Indonesia masa depan. Setidaknya, dalam kurun waktu 50-100 tahun yang akan datang.  Sebab sudah tentu situasinya penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. (Baca Juga: MPR Kembali Wacanakan ‘Haluan Negara’ Masuk dalam Amandemen UUD Tahun 1945)

Dia menjamin keberadaan PPHN yang bersifat arahan ini tak akan mengurangi kewenangan pemerintah dalam menyusun cetak biru pembangunan nasional. Seperti, bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Yang pasti nantinya, PPHN bakal menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan RPJP hingga RPJM yang lebih bersifat teknokratis.

Mantan Ketua DPR periode 2014-2019 itu melanjutkan melalui PPHN rencana strategis pembangunan yang bersifat visioner bakal dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan, tidak terbatas oleh periodeisasi pemerintahan yang bersifat elektoral. Dia yakin adanya kesinambungan menjalankan visi misi pemerintahan bakal terwujud pembangunan nasional seutuhnya. PPHN akan menjadi landasan setiap rencana strategis pembangunan oleh pemerintah.

Seperti pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur, pembangunan infrastruktur tol laut, tol langit, koneksitas antar wilayah, dan rencana pembangunan strategis lainnya. Dalam mewadahi PPHN sebagai produk hukum Ketetapan MPR sebagaimana hasil kajian, memerlukan perubahan konstitusi. Itu sebabnya, diperlukan perubahan secara terbatas terhadap UUD Tahun 1945, khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan ketentuan Pasal 37 UUD 1945 mengatur persyaratan dan mekanisme ketat untuk mengubah konstitusi. Perubahan hanya dapat dilakukan terhadap pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya. Dengan begitu, perubahan terbatas tak serta-merta (otomatis) membuka kotak pandora atau eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya. “Apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik,” katanya.

Senada, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai pentingnya keberadaan PPHN dalam Konstitusi Indonesia. Apalagi krisis global yang dipicu pandemi Covid-19 membuka peluang baru, imajinasi baru, dan pemikiran baru, serta pola hidup baru yang dapat menghindari terjadinya krisis serupa di masa depan.

Dia menilai setiap krisis besar bakal melahirkan revolusi pemikiran untuk menjawab setiap perubahan. Kemudian setiap negara yang memasuki transisi menuju era baru, sering ditandai dengan perubahan konstitusi. Seperti dilakukan Indonesia di tahun 1999 hingga 2002 silam, ketika Indonesia menuju sistem politik yang diharapkan lebih demokratis.

Senator asal Jawa Timur itu mengatakan amandemen konstitusi terakhir pernah dilakukan 19 tahun lalu. Nah, kini Indonesia memasuki era baru pasca pandemi Covid-19 yang dibarengi dengan era disrupsi perubahan global dan tatanan dunia baru. Karenanya, menjadi penting bagi Indonesia memiliki arah kebijakan yang disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif.

“Karena itu, DPD mendukung adanya Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN dalam Konstitusi kita,” kata LaNyala MM.

LaNyalla melanjutkan Indonesia harus mampu merumuskan kedaulatan energi, kemandirian pangan, ketahanan sektor kesehatan, sosial, ekonomi, dan sistem pertahanan keamanan bangsa yang besar melalui PPHN. Misalnya, diperlukan koreksi atas kebijakan perekonomian nasional, yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945.

“Di mana kita sadar atau tidak, sejak amandemen konstitusi yang lalu, dengan dalih efisiensi, maka cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, telah kita serahkan kepada (mekanisme, red) pasar,” katanya.

Tags:

Berita Terkait