​​​​​​​Mr. Raden Soewandi, Orang Hukum yang Memperkenalkan Ejaan Bahasa Indonesia
Tokoh Hukum Kemerdekaan

​​​​​​​Mr. Raden Soewandi, Orang Hukum yang Memperkenalkan Ejaan Bahasa Indonesia

Dua kali menjadi Menteri di Kabinet Sjahrir. Ia menjadi notaris saat pendirian perusahaan Pengangkutan Penumpang Djakarta alias PPD.

Muhammad Yasin
Bacaan 5 Menit

Namun, ia disebutkan sebagai representasi non-partai. J.D Legge dalam bukunya Intellectuals and Nationalism in Indonesia: a Study of the Following Recruited by Sutan Sjahrir in Occupation Jakarta (1988) menyebut Soewandi dan Soenario Kolopaking sebagai orang-orang pangrehpraja dari masa sebelum perang. Salah satu bukti perannya sebagai Menteri Kehakiman dapat dilihat dalam UU No. 7 Tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara. Soewandi ikut menandatangani Undang-Undang ini bersama Presiden Soekarno, Menteri Pertahanan Amir Sjarifoedin, dan diumumkan oleh Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo.

Pada masa Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946-27 Juni 1947), Soewandi kembali dipercaya menjadi menteri yang berasal dari non-partai. Kali ini diberi amanah sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Gunarso, juga orang non-partai, diangkat sebagai wakilnya. Adapun kursi Menteri Kehakiman diberikan kepada Mr. Susanto Tirtoprodjo. 

Dalam buku Sjahrir, Politik dan Pengasingan di Indonesia karya Rudolf Mrazek (1996), digambarkan kedekatan Soewandi dengan orang-orang yang kekecimpung dalam pendidikan dan kebudayaan. Pada Oktober 1943, atas persetujuan Jepang, dibentuk Komisi Bahasa Indonesia. Tugas Komisi ini adalah membahas sistematika tata bahasa Indonesia dan perbendaharaan kata-kata bahasa Indonesia agar bisa dipakai secara efektif dalam pemerintahan baru kelak. Ketua Eksekutif Komisi ini adalah Soetan Takdir Alisjahbana (STA).

Mrazek mencatat Soewandi, seseorang berlatar belakang hukum, aktif di Komisi Bahasa Indonesia. Mrazek mencatat pula bahwa Soewandi mendapatkan salah satu salinan tulisan STA berjudul Manifesto Demokrasi, sebuah dokumen yang oleh Jepang dianggap berbahaya. STA pernah ditangkap karena dokumen ini. Pada Juni 1949 STA, Soewandi, Sjahrir, Maria Ulfah dan lain-lain mengeluarkan manifesto yang antara lain isinya bahasa Indonesia diperkenalkan di sekolah-sekolah Indonesia sebagai bahasa resmi untuk mengajar, sedangkan bahasa Belanda diajarkan sebagai objek studi.

“Orang harus membuang jauh pandangan yang abstrak dan statis terhadap hukum, dan belajar melihat hukum dengan cara yang lebih konkrit dan dinamis”. Dikutip dari pengantar buku Misbruik van Recht karya Mr. Raden Soewandi.

Notaris

Daniel S Lev dalam bukunya Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan (1990: 302) menggambarkan Soewandi sebagai notaris terpandang yang mempunyai jalinan dengan lingkaran politik dan intelektual Syahrir.

Salah satu jejak Soewandi sebagai notaris yang berhasil ditelusuri hukumonline adalah keterlibatannya dalam pendirian Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta, atau yang lebih dikenal sebagai PPD. PPD didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 205 Tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta.

Dalam pendirian perusahaan negara ini nama Mr Soewandi jelas disebut dalam Pasal 1 ayat (2): Perseroan Terbatas Perusahaan Pengangkutan Djakarta yang didirikan berdasarkan akta notaris Mr Raden Soewandi No. 76 tanggal 30 Juni 1954 dan akta No. 82 tanggal 21 Desember 1954 dilebur ke dalam Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Jakarta.

Tags:

Berita Terkait