Muchdi PR Uitlokker Bukan Doen Plegen
Kasus Munir:

Muchdi PR Uitlokker Bukan Doen Plegen

Keberanian polisi menyeret mantan Deputi V BIN Muchdi PR layak diapresiasi. Kasum menilai penggunaan Pasal 340 jo. Pasal 55 ayat (1) angka 2e sudah tepat digunakan polisi karena Muchdi masuk kategori uitlokker, bukan doen plegen.

Nov/M-3
Bacaan 2 Menit
Muchdi PR <i>Uitlokker</i> Bukan <i>Doen Plegen</i>
Hukumonline

Penantian empat tahun Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) akhirnya berbuah manis. Pemeriksaan tersangka baru pembunuhan Munir, Mayjen (Purn) Muchdi Purwopranjono -Muchdi PR- merupakan langkah awal polisi membuktikan komitmen pemerintah kepada dunia internasional. Dalam sidang dewan HAM 9 Juni lalu di Jenewa, pemerintah berjanji akan menghapuskan impunitas. Mungkin pemerintah kali ini benar-benar mewujudkan komitmennya, kata Rafendi Djamin -Koordinator HRWG- saat konferensi pers di sekretariat Kontras (20/6).

 

Dari fakta persidangan dengan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto terkuak keterlibatan tiga pejabat Badan Intelijen Negara (BIN). Kesaksian Indra Setiawan yang ketika itu  menjabat Dirut Garuda, Budi Santoso agen madya di bawah naungan Deputi I Urusan Luar Negeri BIN, serta agen muda BIN Raden Mohammad Padma Anwar alias Ucok alias Empe membuka tabir konspirasi tingkat tinggi pembunuhan aktivis HAM Munir.

 

Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung bernomor 109-PK/Pid/2007 tertanggal 25 Januari 2008 disebut-sebut nama Muchdi, Wakil Kepala BIN M. As'ad Said, dan AM Hendropriyono selaku Kepala BIN saat itu. Ketika itu, Kasum dan Tim Pencari Fakta Munir langsung mendesak polisi untuk mengusut tuntas aktor intelektual di balik pembunuhan Munir.

 

Harapan itu akhirnya terjawab. Sekitar 19.30, tersangka baru kasus Munir yang semula oleh Kadiv Humas Mabes Polri Abu Bakar Nataprawira ditutup-tutupi dengan inisial M, menyerahkan diri ke Bareskrim Mabes Polri (19/6). Setelah sempat diperiksa beberapa jam, Muchdi pun menandatangani berita acara penahanan bernomor Pol. SP Han/28/VI/2008/Dit I.

 

Hampir tengah malam, Bambang Hendarso Danuri baru menampakan batang hidungnya kepada para pemburu berita. Kabareskrim Mabes Polri ini mengatakan Muchdi sudah diperiksa dan resmi ditahan di Bareskrim. Sedianya, Muchdi hendak dipindah ke rumah tahanan Brimob di Kelapa Dua, Depok yang ternyata urung dilakukan. Padahal, beberapa kendaraan dan satuan Brimob telah dikerahkan.

 

Achmad Cholid, salah seorang pengacara Muchdi mengatakan hal yang sama dengan Kabareskrim, Muchdi datang malam ini untuk memenuhi panggilan, bukan ditangkap seperti kabar yang tersiar diluaran. Sebenarnya, surat panggilan itu sudah sampai ke tangan Muchdi tiga hari lalu (16/6). Muchdi diminta memenuhi panggilan pukul 9.00 pagi tadi (19/6), tapi karena masih ada rapat, ia baru bisa memenuhi panggilan pukul 19.30.

 

Jumat (20/6), Muchdi kembali diperiksa lima penyidik Direktorat I Keamanan dan Transnasional Bareskrim Mabes Polri. Pambudi Pamungkas, Arief Sulistyanto, Daniel Tifaona, Ali Adam, dan Rochmat. Menurut informasi Cholid, dalam pemeriksaan kali ini Muchdi dijejali 36 pertanyaan dan belum masuk pada substansi. Masih pertanyaan awal. Mulai dari menanyakan struktur dan cara kerja BIN sampai kenal atau tidaknya Muchdi dengan Polly. Klien (Muchdi-red) saya bilang tidak kenal, kata Cholid.  

 

Sebenarnya, Muchdi sudah berkali-kali menolak jika ia dikait-kaitkan dan dikatakan mengenal Polly. Pengacara Muchdi yag lain M. Luthfi Hakim mengatakan bukti permulaan polisi yang salah satunya dokumen dalam komputer di kantor Muchdi tidak benar adanya. Ia menegaskan kalau kliennya itu gaptek alias gagap teknologi. Lagipula, di kantor Muchdi tidak ada komputer. Klien kami cuma tumbal politis dari beberapa pihak yang merasa diuntungkan dengan kasus ini, kilahnya.

 

Dokumen yang sudah hilang itu berhasil terdeteksi. Di dalamnya terdapat file surat permintaan kepada Indra Setiawan untuk menugaskan Polly sebagai Aviation Security penerbangan ke Singapura dengan pesawat GA 974. Surat penugasan dari Indra ini sudah dikantongi Polly sejak 11 Agustus 2004.

 

Berdalih apapun, fakta persidangan, saksi-saksi, dan beberapa bukti dokumen berkata lain. Polisi mengaku menempuh proses panjang untuk menetapkan Muchdi sebagai tersangka. Bambang Kuncoko, Kabid Penerangan Umum Mabes Polri mengatakan penyidikan masih berlangsung. Kalau pada perkembangannya ditemukan tersangka baru lagi, itu tergantung hasil penyidikan.

 

Anggota Komisi III DPR Benny K. Harman menyambut baik perkembangan kasus Munir. Dalam rapat kerja dengan Kapolri Sutanto, Benny dan koleganya di Komisi III sudah kerap kali mendesak agar tersangka baru kasus Munir segera ditangkap dan diumumkan. Dia menegaskan penegakan hukum terhadap kasus Munir supaya bisa ditinjau lebih jauh lagi dengan mengungkapkan siapa-siapa selain Muchdi.

 

Saya yakin Pak Muchdi tidak sendirian. Pak Muchdi tidak punya musuh pribadi, tidak punya dendam pribadi dengan beliau. Menurut saya harus dirinci itu siapa yang meminta Pak Muchdi. Siapa-siapa lagi yang terlibat, tukasnya.

 

Pasalnya tepat

Untuk saat ini, memang baru Muchdi yang ditetapkan sebagai tersangka. Pasal yang digunakan polisi antara lain Pasal 340 jo. Pasal 55 ayat (1) angka 2e KUHP. Pasal itu mengenai pembunuhan berencana dengan penyertaan berupa menggerakkan pelaku langsung dengan menggunakan kekuasaan.

 

Choirul Anam, salah seorang kuasa hukum Munir, menilai pasal sangkaan yang digunakan polisi  sudah tepat. Sebab, kalau sampai polisi salah mengartikan keterlibatan Muchdi sebagai pihak yang menyuruh melakukan, maka kasus Munir akan berhenti sampai di sini saja. Padahal masih ada kemungkinan keterlibatan aktor intelektual lain.

 

Maksud Anam, dalam Pasal 55 KUHP mengenal empat kategori penyertaan. Dua diantaranya, menggerakkan (uitlokking) dan menyuruh melakukan (doen plegen) Pada ayat (1) angka 1e, tertera kata-kata menyuruh melakukan yang dalam istilahnya disebut doen plegen. Jika Muchdi dianggap sebagai penyuruh, maka tamat sudah kasus Munir karena Muchdi sudah dianggap sebagai otak pelaku. Selain itu, pelaku langsung -Polly, sebenarnya tidak bisa dipidana.

 

Lain halnya, jika menyertakan Pasal 55 ayat (1) angka 2e seperti yang polisi lakukan sekarang ini. Unsur yang terkadung di angka 2e itu adalah menggerakan yang salah satu caranya dengan menggunakan kekuasaan. Berbeda dengan menyuruh melakukan, menggerakkan atau istilahnya uitlokking tidak mempersempit Muchdi sebagai otak pelaku. Karena hanya menggerakkan, berarti tidak tertutup kemungkinan teridentifikasi aktor-aktor intelektual lainnya seperti dugaan Kasum.

 

Lagipula, faktanya Polly sebagai pelaku langsung sudah dipidana, berarti pasal ini semakin tepat digunakan. Karena, pada uitlokking pihak yang menggerakkan dan digerakkan sama-sama dianggap dapat mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya. Maka dari itu, Muchdi pun sudah seyogyanya dianggap sebagai penggerak alias uitlokker perbuatan Polly.

 

Mengutip penjelasan dalam buku Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia ditulis oleh PAF Lamintang. Memang terdapat persamaan dan perbedaan antara rumusan uitlokker dan doen plegen. Dua-duanya tidak melakukan sendiri tindak pidana yang dikehendaki. Dengan kata lain, ada perantara orang lain.

 

Bedanya, kalau seseorang yang melakukan tindak pidana karena doen plegen, maka orang tersebut tindak pidananya tidak dapat dipertanggungjawabkan seperti yang termaktub Pasal 44 KUHP. Untuk seseorang yang digerakan uitlokker. Pihak penggerak ini biasa disebut agen provokator atau aktor intelektual. Baik pihak penggerak dan yang digerakkan haruslah limitatif. Tindak pidana dan sanksi yang diterima penggerak dan yang digerakan akan sama. 

 

Tags: