Natural Resources Fund Perlu Diatur UU
Berita

Natural Resources Fund Perlu Diatur UU

Revisi UU Migas diharapkan segera selesai.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP (Ilustrasi)
Foto: SGP (Ilustrasi)
Aturan mengenai Natural Resources Fund (NRF) perlu dimaterialkan dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan yang memuatnya bisa dalam bentuk peraturan pemerintah (PP), atau jika tidak cukup dalam PP, bisa diatur dalam undang-undang. Hal ini disampaikan Abdul Wahid dari UNDP Indonesia dalam diskusi publik mengenai NRF di Jakarta, Kamis (16/10).

Wahid menuturkan, undang-undang yang mengatur NRF harus komprehensif. Ia mengkiritisi apa jenis undang-undangyang bisa mengatur soal NRF. "Apakah cukup bila hanya diatur dalam UU Migas yang baru, atau perlu diatur dalam undang-undang yang mengatur soal keuangan negara," tandasnya.

Untuk menjawab pertanyaan kritis tersebut, menurut Wahid, harus ada kajian yang cukup mendalam. Hal itu penting dilakukan agar kemudian aturan mengenai NRF tidak saling tumpang tindih. Dengan demikian, pengaturan NRF bisa diimplementasikan dengan baik di lapangan.

“Sebelum menerapkan konsep ini diperlukan dulu kajian lebih dalam agar tidak tumpang tindih dengan kebijakan yang serupa. Perlu dicermati apa perbedaan dengan dana cadangan negara lainnya. Apakah perlu juga diambil dari sektor mineral dan batu bara," ungkap Wahid.

Dalam kesempatan yang sama, Analis Ekonomi dari Natural Resources Government Institute, Andrew Beur,mengatakan apabila pemerintah Indonesia ingin menerapkan skema yang sama harus menetapkan aturan yang eksplisit untuk membatasi risiko seperti pemisahan dana kas, investasi pendapatan tetap, saham dan aset alternatif.

Beur mengingatkan, di beberapa negara yang tidak mengatur NRF secara komprehensif, justru menjadikan hal itu sebagai ladang korupsi. Akibatnya, NRF justru tidak mencapai sasaran. Padahal, menurut Beur,NRF berkembang di dunia sebagai sebuah gerakan nasionalisme sumber daya alam yang diharapkan dapat bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat.

"Pada akhir tahun lalu total aset NRF di seluruh dunia mencapai US$3,5 triliun.Di negara seperti Chili dan Norwegia,cara seperti ini dapat membantu menghindari kutukan sumber daya. Namun di negara lain tidak mencapai sasaran dan malah dikorupsi,” ujarnya.

Wakil Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Firlie Ganinduto, juga mengatakan bahwa pengaturan mengenai NRF harus didahului dengan studi yang komprehensif. Namun, terlepas dari persoalan mengenai hal tersebut, ia meminta agar revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dapat segera diselesaikan.

Menurut Firlie, belum selesainya revisi peraturan itu membuat kekosongan hukum yang memicu tumpang tindih peraturan dan kebijakan dalam dunia migas. Akibatnya, para pengusaha resah. Dia menegaskan, revisi UU Migas akan menjadi angin segar bagi industri. Akan ada kepastian hukum yang bisa mengatasi tumpang tindih kewenangan dan kebijakan.

"Ketidakpastian hukum ini seharusnya dapat menjadi pilihan kepada pihak terkait, untuk segera menyelesaikan revisi UU Migas tersebut," ungkapnya.

Firlie menuturkan, banyak peraturan terkait migas yang berbenturan dengan otonomi daerah. Ia mengharapkan, apa yang ada di UU Minerba maupun otonomi serta peraturan lainnya tentang migas, cukup diatur UU Migas. Dengan demikian, menurut Firlie, tidak mudah muncul peraturan-peraturan kecil yang lain.

Dia menjelaskan, industri migas merupakan bisnis eksplorasi sumber daya tak terbarukan yang beresiko tinggi. Dengan resiko tersebut, biaya investasi yang diperlukan pun besar. Namun, potensi kegiatan pencurian produk migas Indonesia masih jelas terlihat dengan regulasi dan sistem yang ada. Seharunya, industri tersebut mendapatkan fasilitas pengamanan objek vital nasional (Obvitnas). Khususnya, terkait aset dan tenaga kerja.

“Industri migas itu berteknologi tinggi. Jadi membutuhkan kepastian hukum sekaligus keamanan,” terangnya.
Tags:

Berita Terkait