OJK Akan Terbitkan Aturan Pelonggaran Pendirian Kantor Cabang Bank
Berita

OJK Akan Terbitkan Aturan Pelonggaran Pendirian Kantor Cabang Bank

Insentif atau pelonggaran itu diberikan OJK jika perbankan berhasil menekan rasio BOPO dan NIM.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
OJK Akan Terbitkan Aturan Pelonggaran Pendirian Kantor Cabang Bank
Hukumonline

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan peraturan yang memberikan pemotongan alokasi modal inti untuk pendirian kantor cabang bagi bank yang mampu meningkatkan efisiensi. Rencananya, pada medio April 2016 ini, aturan dalam bentuk Peraturan OJK (POJK) akan diterbitkan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan bahwa pelonggaran syarat pendirian kantor cabang bagi bank akan diturunkan sangat signifikan. “Itu mencapai 40-50 persen,” katanya di Jakarta, Jumat (8/4).

Lebih lanjut, bank yang mampu meningkatkan efisiensi, yakni menurunkan rasion Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) serta menurunkan level margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) atau rasio Net Operating Margin (NOM) ke level tertentu akan diberikan alokasi modal inti antara 40-50 persen.

Sebagaimana diketahui, POJK Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank mengatur bahwa perbankan tidak dapat melakukan pembukaan jaringan kantor yang baru apabila alokasi modal ini belum mencukupi. Dimana, Pasal 21 aturan itu mengatur bahwa OJK mempertimbangkan pencapaian tingkat efisiensi bank dalam menyetujui jumlah jaringan kantor yang direncanakan sesuai RBB yang diukur melalui BOPO dan NIM atau rasio NOM.

Selain itu, Pasal 29 masih dari aturan yang sama mengatur bahwa OJK dapat memberikan persetujuan atau penolakan kepada bank untuk melakukan pembukaan jaringan kantor bank di wilayah tertentu berdasarkan pertimbangan tertentu, antara lain persaingan yang sehat, upaya pemerataan pembangunan, dan perluasan akses keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan produkif (financial inclusion).

Dikatakan Muliaman, insentif yang diberikan OJK ini sekaligus untuk mendorong perbankan agar memunculkan produk-produk baru. Jika rasio BOPO berhasil diturunkan, maka secara tidak langsung hal itu akan berimbas terhadap turunnya NIM. Sebab, saat ini BOPO dan NIM perbankan di Indonesia cukup tinggi bila dibandingkan dengan negera lain se-kawasan ASEAN. Dampaknya, perbankan memasang suku bunga kredit yang tinggi untuk mendompleng BOPO dan NIM yang membengkak.

Insentif itu, kata Muliaman, akan rampung paling lambat pertengahan April 2016. Rencana ini sedikit terlambat dari rencana awal yang diperkirakan sudah bisa diterbitkan akhir Maret 2016 kemarin. “Jika BOPO turun ke level tertentu dapat diskon besar. Turunnya lebih besar lagi dapat diskon lebih besar lagi pelonggaran syarat pendirian kantor cabang,” tutupnya.

Sementara itu, merujuk dari riset Henan Putihrai (HP Financial) tanggal 11 April 2016, disebutkan bahwa bank yang mampu menurunkan rasio BOPO dan NIM ke level tertentu mestinya akan memberikan insentif positif terhadap sektor perbankan, terutama bagi bank-bank yang berencana meningkatkan ekspansinya. Insentif modal tersebut diharapkan dapat menekan cost of fund perbankan yang tinggi sehingga diharapkan dapat memberikan kelonggaran bagi bank untuk menurunkan suku bunga kredit.

Lebih lanjut, rata-rata BOPO bank umum konvensional per Januari 2016 sebesar 84,84 persen (naik 271 bps yoy). Sementara, rata-rata NIM 5,63 persen (naik 139 bps yoy). “Upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan efisiensi perbankan melalui pemberian insentif dengan menekan BOPO dan NIM mestinya memberikan sentiment positif,” tulisnya sebagaimana dikutip dari analsia HP Financial, Senin (11/4).
Tags:

Berita Terkait