Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Layanan Pendaftaran Tanah dan Pecah Sertifikat
Terbaru

Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Layanan Pendaftaran Tanah dan Pecah Sertifikat

Potensi maladministrasi dimaksud adalah berupa penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan dan penyalahgunaan wewenang.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Dadan menambahkan, pada aspek biaya, masih terbuka peluang terjadinya punggutan liar untuk percepatan pelayanan. Ditemukan pada beberapa kantor pertanahan dengan melibatkan oknum internal kantor pertanahan dengan besaran biaya yang bervariasi tergantung permintaan.

Kemudian pada aspek sumber daya manusia (SDM), ketersediaan SDM yang tidak sebanding dengan beban kerja yang harus diselesaikan dan tenggat waktu standar pelayanan. "Akibatnya terjadi penundaan penyelesaian pelayanan dengan alasan beban kerja," imbuh Dadan.

Untuk itu, dalam kajian ini Ombudsman memberikan tiga saran perbaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Dadan menyebutkan, pertama Kementerian ATR/BPN diminta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi Perkaban Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Kedua, meningkatkan pengawasan dan penerapan reward and punishment dalam penyelenggaraan pelayanan pada Kantor Pertanahan. Ketiga, melakukan upaya perbaikan menyeluruh terhadap regulasi, operasional layanan dengan mengoptimalkan strategi penanganan dan antisipasi terhadap kendala internal dan eksternal yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan. 

Sebelumnya Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto, mengatakan agar seluruh jajarannya memperbaiki tata kelola administrasi pertanahan melalui program PTSL yang sudah berjalan sejak 2017. Dia yakin dengan program PTSL mampu menyelesaikan berbagai persoalan konflik pertanahan yang kerap terjadi di masyarakat.

Seperti akibat tumpang tindihnya sertifkat tanah, hingga munculnya mafia pertanahan. Karena itu, Hadi menargetkan program PTSL dapat dipercepat agar seluruh bidang tanah di Indonesia dapat terdaftar pada 2025 mendatang. “Jika seluruh tanah terdaftar, masyarakat tidak perlu khawatir karena ada tanahnya, ada ukurannya, ada sertifikatnya,” lanjutnya.

Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2017-2021 itu mengimbau agar jajarannya di Kementerian ATR/BPN terus memperbaiki sistem layanan pertanahan agar memudahkan masyarakat. Seperti meningkatkan penguatan sistem aplikasi layanan digital. Tujuannya agar mengurangi potensi terjadinya kesalahan terhadap produk (sertifikat tanah) yang dihasilkan Kementerian ATR/BPN bagi masyarakat.

Dia berharap agar dapat dilakukan percepatan dalam mewujudkan sertifikat secara elektronik dibanding sebelumnya penerbitannya yang masih konvensional. Baginya, melalui sertifikat elektronik, dapat meminimalisir terjadinya pemalsuan dari oknum mafia tanah dan upaya meningkatkan keamanan. Sebab, sertifikat elektronik menjadi mitigasi terhadap bencana alam serta mampu meminimalisir kehilangan arsip.

Tags:

Berita Terkait