Omnibus Law Semestinya Bisa Merambah ke Sektor Lain
Utama

Omnibus Law Semestinya Bisa Merambah ke Sektor Lain

Instrumen omnibus law dinilai tak semudah yang dipikirkan oleh pemerintah.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES

Presiden Jokowi merencanakan pembentukan omnibus law sebagai jalan memangkas regulasi yang menghambat investasi. Penerapan omnibus law ini akan mencabut atau menyederhanakan sejumlah peraturan menjadi Undang Undang (UU) baru yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Nantinya, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law dengan satu UU baru hasil revisi (mencabut/menghapus) puluhan UU lain terkait yang dianggap menghambat pengembangan UMKM dan penciptaan lapangan kerja.  

 

Namun, penyebutan instrumen omnibus law (menyederhanakan peraturan) hanya terbatas pada dua sektor itu dinilai sebagai cara pandang sempit dalam memahami penataan regulasi di Indonesia. Seolah-olah, penataan regulasi hanya sebatas kedua sektor itu. Padahal, ruang lingkup penataan regulasi sangat luas meliputi pula pemajuan-perlindungan HAM, pemberantasan korupsi, dan lingkungan hidup.

 

“Yang dilakukan Presiden Jokowi seharusnya tidak hanya omnibus law di dua sektor itu, tapi instrumen ini bisa diterapkan ke sektor lain,” ujar Peneliti Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri kepada Hukumonline, Rabu (30/10/2019) kemarin. Baca Juga: Lima Langkah Regulasi untuk Pemerintahan Jokowi Jilid II

 

Ronald mengingatkan omnibus law harus dipahami sebagai instrumen atau cara yang juga bisa diterapkan pada penyederhanan peraturan (kompilasi) di sektor lain, bukan hanya diarahkan pada peningkatan investasi. “Jangan sampai selama masa jabatan Presiden Jokowi jilid II ini hanya terpaku pada omnibus law investasi dan UMKM saja,” harapnya.

 

Karena itu, menurutnya, dikaitkan penyusunan Prolegnas 2019-2024 dan Prolegnas 2020 usulan Pemerintah dalam penyusunan RUU mesti disesuaikan dengan rencana pembangunan nasional yang tidak hanya fokus pada isu ekonomi (investasi), tetapi juga bisa menyederhanakan peraturan sektor lain, seperti pemberantasan korupsi, perlindungan HAM, lingkungan hidup.

 

“Investasi ini saling terkait dengan lingkungan dan HAM. Sebuah kegiatan perekonomian bisa berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Sebab, kegiatan perekonomian bisa mengancam kehidupan masyarakat atas akses sumber daya alam milik mereka,” katanya.

 

Direktur PuSAKO Feri Amsari menilai persoalan over regulasi bisa diatasi melalui intrumen omnibus law. Namun, penerapan omnibus law ini harus melihat persoalan yang sama atau sejenis regulasinya. Misalnya, omnibus law-nya RKUHP menyangkut segala hal yang menyangkut hukum pidana; omnibus law-nya UU Pemilu menyangkut segala hal soal kepemiluan.

 

“Kalau soal investasi? omnibus law apa perizinan batu baranya, izin airnya, lalu bagaimana menyatukannya? Karena semua syarat izinnya berbeda-beda. Seperti, syarat perizinan batu bara dan sumber daya air berbeda, tidak mungkin dijadikan satu dipersamakan izinnya. Ini harus dijelaskan oleh pemerintah,” kata Feri.

 

Menurutnya, instrumen omnibus law tak semudah yang dipikirkan oleh pemerintah. Dia tidak bisa membayangkan saat ini saja ada sekitar 72 UU terkait investasi yang ingin di-omnibus law-kan dan harus selesai selama 100 hari kerja.

 

“Apakah ini mungkin? Padahal, membuat aturan ini perlu kerja ekstra, sehingga dalam penyusunannya tidak menyalahi prosedur dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan. “Jadi, jangan sampai over regulasi di bidang investasi ini mau di-omnibus law, malah semakin semrawut nantinya?”

 

Target prolegnas

Dalam keterangan tertulisnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menargetkan omnibus law ketenagakerjaan dan UMKM masuk dalam Prolegnas 2020. Untuk memastikan target itu dapat dipenuhi, Yasonna meminta naskah akademik dari rancangan penyederhanaan peraturan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan UMKM selesai pada akhir 2019.

 

“Naskah ini dibahas mendalam supaya bisa masuk Prolegnas 2020, kalau tidak nanti secara formal prosedur akan sulit masuk. Ini super prioritas yang disampaikan oleh Presiden pada  pelantikan di DPR,” ujar Yasonna dalam Diskusi Kelompok Terarah Pembentukan Omnibus Law yang digelar di Aula Oemar Seno Adjie, DJKI, Kamis (31/10/19) kemarin.

 

Menkumham juga mengajak kementerian terkait untuk fokus pada peraturan-peraturan yang menghambat investasi dan perluasan lapangan pekerjaan. Omnibus law tersebut diharapkan bisa memangkas beberapa pasal ketenagakerjaan dan UMKM dalam satu produk hukum berupa peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana.

 

“Keuntungan omnibus law dalam satu undang-undang kita bisa buat gado-gado, bab per bab, sub-subnya bisa dalam satu UU. Dapat dikatakan ini UU sapu jagad. Masing-masing kementerian mengevaluasi dan bertanggung jawab melihat peraturan perundang-undangan yang menghambat dan memberi solusinya apa,” kata dia.

 

Misalnya, untuk lingkungan Kemenkumhan sendiri, Yasonna meminta sinergi antara Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Ditjen PP), Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dengan kementerian dan lembaga lain. “Khusus DJKI, Menkumham menginginkan kantor yang dipimpin Freddy Haris ini untuk bekerja sama dengan United State Trade Representative (USTR), Kamar Dagang Amerika,” pintanya.

 

Sementara itu, Menteri Koperasi dan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki yang juga hadir di acara yang sama menegaskan urgensi terwujudnya naskah akademik dari peraturan ini. Teten menerangkan UMKM menyerap 97 persen lapangan kerja di Indonesia dan koperasi sama-sama memiliki kesuliltan dalam akses modal.

 

“Secara sepintas sudah mencatat subtansinya, bukan hanya berkaitan investasi di bidang UMKM sektor produksi, tetapi juga UMKM dan koperasi punya problem akses pembiayaan, karena banyak syarat memungkinkan tidak bisa ambil pembiayaan di perbankan,” katanya.

 

Sebagai informasi, omnibus law merupakan sebuah peraturan perundang-undangan yang mengandung lebih dari satu muatan pengaturan. Konsep ini umumnya muncul di negara-negara yang menganut sistem common law seperti Amerika untuk mengatasi tumpah tindihnya regulasi. Isu terkait ketengakerjaan dan lapangan pekerjaan dinilai paling genting untuk dibuat omnibus law-nya untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. (Baca Juga: Jokowi Disarankan Tak Bergantung pada UU Omnibus Atasi Persoalan Regulasi)

Tags:

Berita Terkait