Otto Hasibuan: Dewan Kehormatan Bersama Tak Jamin Perdamaian
Terbaru

Otto Hasibuan: Dewan Kehormatan Bersama Tak Jamin Perdamaian

Selama ini pindah organisasi advokat kerap digunakan sebagai cara agar lolos dari sanksi pemecatan. Ada perkembangan tren baru dimana advokat tidak masuk organisasi advokat manapun yang berpotensi menimbulkan masalah serius.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Otto Hasibuan (tengah) bersama jajaran pengurus DPN di sela gelaran Rapimnas Peradi 2022, Jumat (20/5/2022) malam. Foto: Istimewa
Otto Hasibuan (tengah) bersama jajaran pengurus DPN di sela gelaran Rapimnas Peradi 2022, Jumat (20/5/2022) malam. Foto: Istimewa

Peran organisasi profesi sangat penting untuk mengatur dan mengelola profesi yang bersangkutan. Bagi kalangan advokat, organisasi profesi advokat dimandatkan dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan, mengatakan pada intinya organisasi advokat yang diatur dalam UU Advokat adalah single bar.

Menurut Otto, single bar bukan berarti hanya ada satu organisasi advokat. Sesuai prinsip demokrasi dan konstitusi yang menjamin kebebasan berserikat, organisasi advokat jumlahnya bisa beragam. Tapi hanya ada satu organisasi advokat yang punya kewenangan untuk mengatur profesi advokat. “Dan ini (single bar, red) yang banyak digunakan oleh berbagai negara,” kata Otto saat memberi keterangan pers di sela kegiatan Rapimnas Peradi 2022, Jum'at (20/5/2022) malam kemarin.  

Otto mengingatkan jika sistem yang digunakan bukan single bar, maka masyarakat dirugikan. Dia memberikan contoh ketika ada advokat yang melanggar kode etik kemudian dipecat, dalam sistem multi bar advokat tersebut bisa pindah ke organisasi advokat lain. Lalu bagaimana nasib korban yang dirugikan oleh advokat tersebut?

Baca Juga:

Oleh karena itu, Otto menyebut pasal 30 ayat (2) UU Advokat mewajibkan setiap advokat menjadi anggota organisasi advokat. Tujuannya agar advokat yang bermasalah dapat diperiksa dan diadili oleh Dewan Kehormatan. Mekanisme itu dilakukan guna melindungi masyarakat, khususnya pencari keadilan.

Tapi melihat perkembangan terkini Otto berpendapat trennya bukan lagi pindah organisasi advokat, tapi ada advokat yang tidak masuk organisasi advokat manapun. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah yang serius. “Bayangkan jika ada advokat yang tidak masuk organisasi advokat, kemudian dia menipu kliennya dan tidak ada yang menindak,” ujarnya.

Otto mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi persoalan ini. Dia menilai sistem yang ada sekarang membuka peluang munculnya masalah tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menaati asas yang diatur dalam UU Advokat, antara lain pelaksanaan sistem single bar.

Menurut Otto, usulan Dewan Kehormatan Bersama tidak menjamin terwujudnya perdamaian antar organisasi advokat. Malah berpotensi membuka masalah baru, misalnya ketika nanti menentukan siapa yang menduduki posisi Ketua Dewan Kehormatan bersama.

Bagi Otto, untuk saat ini yang paling tepat adalah mengikuti asas yang telah diatur dalam UU Advokat. Andaikan UU Advokat berubah dan mengatur sistemnya bukan lagi single bar, tapi multi bar, Otto menyebut dirinya juga akan taat asas.

Tapi Otto menegaskan secara pribadi lebih sepakat dengan sistem single bar. Dia yakin single bar adalah yang terbaik untuk masyarakat dan pencari keadilan. “Saya taat asas dan UU Advokat. Jangan bicara multi bar sekarang sebelum UU Advokat diubah karena kita harus taat asas,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam pertemuan Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Tjoetjoe Sandjaja Hernanto dan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Bersama Advokat (Peradi RBA) Luhut MP Pangaribuan beberapa waktu lalu kembali menggaungkan pembentukan Dewan Kehormatan Bersama. Bagi Advokat sebagai bagian penguatan organisasi advokat dan profesi advokat.   

Luhut MP Pengaribuan meluruskan sebenarnya perihal konsep Dewan Kehormatan Bersama bagi profesi advokat sudah pernah digaungkan dan selangkah maju di tahun 2017. Dengan 19 OA yang menyatakan kesepakatannya melalui deklarasi yang dinamakan “Deklarasi Warung Daun Cikini”.

Kala itu sudah diadakan panitia yang diketuai advokat senior (almarhum) Fred Tumbuan untuk mengkonkritkan deklarasi kesepakatan jajaran OA tersebut. Akan tetapi, sejak kepergian almarhum, belum dilakukan pergantian ketua panitia hingga sekarang. Meski begitu, Luhut optimis niat mengatualisasikan Dewan Kehormatan Bersama dalam waktu dekat menjadi misi segera dan solusi.

Mengenai Dewan Kehormatan Bersama, ia menyebutnya dengan istilah ”Dewan Advokat Nasional”. Di dalamnya terdapat dewan kehormatan, komisi pengawas, standarisasi profesi advokat, standardisasi pendidikan khusus advokat, dan ujian kompetensi advokat.

“1 regulator 1 standar profesi. Mungkin yang paling mudah dimulai dari dewan kehormatan atau dewan etik bersama. Bila tidak memungkinkan dilakukan oleh semua organisasi advokat yang ada, maka KAI siap membentuk Dewan Kehormatan atau Dewan Etik bersama-sama dengan Peradi,” kata dia.

Bahkan, Advokat David Tobing, advokat menyatakan akan membentuk Dewan Kehormatan Advokat Indonesia. Pernyataan ini disampaikan kepada Hukumonline sebagai respon atas polemik Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang kembali memanas. Wacana soal konflik pengelolaan organisasi advokat kembali mencuat pasca pernyataan publik Hotman Paris Hutapea yang mundur dari keanggotaan Peradi.

Hukumonline mencatat pemesanan nama badan hukum perkumpulan Dewan Kehormatan Advokat Indonesia sudah dilakukan pada 21 April 2022 lalu. David membenarkan informasi tersebut. Namun, David mengaku belum mengajak satu pun organisasi advokat dalam rencananya ini.

Tags:

Berita Terkait