Pakar Hukum Lingkungan Ungkap 6 Elemen Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru Indonesia
Terbaru

Pakar Hukum Lingkungan Ungkap 6 Elemen Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru Indonesia

Pentingnya pengembangan karbon dengan tata kelola yang jelas termasuk regulasi, lembaga pengawas, dan mekanisme finansial yang tepat.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Ocean Justice Initiative, Mas Achmad Santosa. Foto: MJR
Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Ocean Justice Initiative, Mas Achmad Santosa. Foto: MJR

Perhatian ekosistem karbon biru semakin meningkat di Indonesia. Hal ini karena aspek pelestarian ekosistem karbon biru memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Pemanfaatan ekonomi dengan mitigasi perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati menjadi perhatian penting agar aktivitas ekonomi tersebut tidak kontraproduktif seperti perusakan lingkungan.

Untuk itu, pakar hukum lingkungan yang juga Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Ocean Justice Initiative, Mas Achmad Santosa, memparkan setidaknya terdapat 6 elemen tata kelola ekosistem karbon yang harus dipenuhi agar ekosistem karbon biru dapat terjaga kelestariannya.

“Saat ini sedang diupayakan nilai ekonomi karbon, karbon biru termasuk mangrove. Namun, pemanfaatan ekonomi karbon biru ini tidak akan tercapai kalau governance-nya (tata kelola) tidak ada,” papar Santosa dalam acara “Penguatan Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru dalam Mencapai FOLU Net Sink 2030” di Jakarta, Sabtu (16/9).

Baca Juga:

Elemen pertama, kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung ekosistem karbon biru. Dia menuturkan kerangka hukum dan kebijakan ini merupakan pondasi penting dalam pelestarian sumber daya alam yang berstatus kritis atau tidak dapat ditukar (unsubstituted) dan tergantikan (unreplaced) ini.

“Ini adalah jawaban terhadap pertanyaan bagaimana kebijakan dan hukum di Indonesia memandang, mengakui dna menilai ekosistem karbon ini apakah sebagai modal alam yang biasa atau kritis. Kalau melihat Pasal 33 ayat 4 UUD 1945, sumber daya alam ini sebagai critical natural capital yang strong unsubstituted dan unreplaced,” jelas Santosa.

Dia menyayangkan kerangka hukum dan kebijakan Indonesia saat ini tidak memiliki konsep tersebut sehingga dia mengkhawatirkan pemanfaatan ekosistem karbon tersebut tidak terarah.

Tags:

Berita Terkait