Pandangan Dua Advokat Senior Terhadap Film 'Dirty Vote'
Terbaru

Pandangan Dua Advokat Senior Terhadap Film 'Dirty Vote'

Dirty Vote bagian kepedulian untuk Pilpres yang harus jujur dan adil dari akademisi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
 Advokat senior Luhut  Marihot Parulian Pangaribuan dan Frans Hendra Winarta. Foto: Kolase
Advokat senior Luhut Marihot Parulian Pangaribuan dan Frans Hendra Winarta. Foto: Kolase

Film dokumenter ’Dirty Vote’ besutan sutradara Dandy Dwi Laksono ramai menjadi perbincangan publik saat ini. Karya yang mengungkapkan dugaan kecurangan pemilu presiden (Pilpres) 2024 ini menampilkan tiga ahli hukum tata negara yaitu dosen Fakultas Hukum  Universitas Gadjah Mada (FH-UGM) Zainal Arifin Mochtar, dosen FH Universitas Andalas, Feri Amsari dan dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti yang berperan sebagai aktor sekaligus presenter dalam film tersebut.

Salah seorang tokoh advokat senior nasional sekaligus Luhut  Marihot Parulian Pangaribuan menyampaikan apresiasinya atas keterlibatan tiga ahli hukum yang mengungkapkan peristiwa di balik Pemilu 2024. Menurutnya, pandangan tiga ahli hukum tersebut memberi edukasi sekaligus bentuk kepedulian akademik demi mencerdaskan masyarakat.

”Itu ’Dirty Vote’ bagian kepedulian untuk Pilpres yang harus jujur dan adil dari akademisi. Karena itu harus diapresiasi sebagai kekuatan moral bangsa. Indonesia membutuhkan (tokoh-tokoh) seperti itu,” ujar Luhut kepada Hukumonline.

Sehubungan dengan konten film tersebut, Luhut yang juga Ketua umum DPN Peradi RBA itu  menyampaikan Indonesia merupakan negara hukum atau rule of law sehingga menjadikan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dan tidak digunakan untuk mengakomodir kepentingan kelompok atau individu tertentu. Selain itu, Presiden seharusnya berperan sebagai negarawan dan panutan sehingga harus melepaskan diri dari tindakan nepotisme.

”Karena Indonesia bukan negara kekuasaan. Presiden utamanya harus senantiasa negarawan. Panutan dengan menjauhkan nepotisme dan taat pada konstitusi selurus-lurusnya,” imbuh Luhut.

Baca juga:

Senada dengan Luhut, advokat senior Frans Hendra Winarta turut memberi pendapat mengenai film tersebut. Dia mencatat sumber-sumber informasi yang disiarkan dalam film tersebut harus lebih diperjelas. Namun, Frans menilai fakta-fakta yang dipaparkan para ahli tersebut menandakan terjadi kemunduran demokrasi Indonesia.

Tags:

Berita Terkait