Pasangan Berselingkuh Tanpa Bersetubuh, Bisakah Dipidana? Simak Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Pasangan Berselingkuh Tanpa Bersetubuh, Bisakah Dipidana? Simak Penjelasan Hukumnya

Hingga saat ini belum ada pidana selingkuh yang dapat dijatuhkan kepada pasangan yang dalam perselingkuhannya tidak melakukan hubungan badan atau zina.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Pasangan Berselingkuh Tanpa Bersetubuh, Bisakah Dipidana? Simak Penjelasan Hukumnya
Hukumonline

Selingkuh atau serong adalah istilah yang umum digunakan terkait perbuatan atau aktivitas yang tidak jujur dan menyeleweng terhadap pasangannya, baik pacar, suami, atau istri. Istilah ini umumnya digunakan sebagai sesuatu yang melanggar kesepakatan atas kesetiaan hubungan seseorang. 

Motivasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil dalam situasi kompetitif. Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), selingkuh adalah suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang; serong; suka menyeleweng.

Di zaman milenial ini, selingkuh menjadi sebuah fenomena. Bagaimana tidak, banyak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga atau sebuah hubungan pasangan kekasih bermula dari perbuatan selingkuh. Contohnya saja kasus yang belakangan terjadi di mana seorang ayah bernama Panca Darmansyah (PD) tega mengambil nyawa keempat anaknya karena terbakar cemburu setelah mendapati sang istri, Desvina Putri, berselingkuh.

Baca juga:

Terlepas dari kasus di atas, jika dikaitkan dengan perkawinan, istri yang mengakui melakukan perselingkuhan dengan pria lain, walaupun belum berhubungan badan, merupakan perbuatan yang mengingkari prinsip perkawinan.

Padahal suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat seperti diatur dalam Pasal 30 UU Perkawinan. Bahkan dalam Pasal 33 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ditegaskan pula bahwa suami istri juga wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia, dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

Sebagaimana dikutip dari artikel Klinik Hukumonline berjudul “Pidana Selingkuh Tanpa Bersetubuh bagi Pasangan, Adakah?” yang disarikan oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, dalam Pasal 83 ayat (1) KHI, diterangkan pula kewajiban bagi seorang istri untuk berbakti lahir dan batin kepada suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. Istri dapat dianggap nusyuz (durhaka) jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut, kecuali dengan alasan yang sah (Pasal 84 ayat (1) Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam).

Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan (pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan). Gugatan yang dimaksud adalah gugatan perceraian. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri (pasal 39 ayat 2 UU Perkawinan). Dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf a UU Perkawinan dijelaskan bahwa adanya salah satu pihak yang berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan sendiri dapat menjadi salah satu alasan perceraian.

Tags:

Berita Terkait