Pejabat Struktural Tetap Dilarang Jadi Pengurus KONI
Berita

Pejabat Struktural Tetap Dilarang Jadi Pengurus KONI

MK menilai pasal yang berisi tentang pelarangan pejabat struktural dan publik menjadi pengurus KONI, baik tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, itu tidak bertentangan dengan konstiusi.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Roestandi juga menjelaskan, pilihan kebijakan memang terbuka bagi pembentuk Undang-Undang dengan tujuan semata-mata menciptakan good governance. Pilihan ini memang ada untung-ruginya. Jika pejabat publik atau struktural duduk dalam kepengurusan KON, maka dengan wibawa yang melekat pada jabatannya itu dapat memperlancar pengumpulan dana, akunya.

 

Namun, Sebaliknya keterlibatan pejabat publik atau struktural dapat menyebabkan terkendalanya kemandirian KON serta mengganggu efektifitas pejabat itu sendiri dalam melaksanakan tugas pokoknya, jelas Roestandi. Disamping itu, lanjutnya, terbuka juga kemungkinan terjadinya penyalahgunaan fungsi KON untuk kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan.

 

Selain itu, dalam putusannya, MK menghindari perdebatan mengapa pejabat struktural dan publik dilarang mengurus KONI, tapi larangan itu tak berlaku pada induk cabang olahraga. Dalam UU Olahraga, tak ada larangan itu. Perdebatan ini sempat mencuat di sidang terdahulu. MK menilai hal ini juga termasuk pilihan kebijakan pembentuk undang-undang.   

 

Sementara itu, kuasa hukum pemohon, Muhammad Sholeh mengaku kecewa dengan putusan ini. Ia mengkritik pertimbangan MK yang seakan menjadi suara pemerintah. Berdasarkan penelusuran hukumonline, pertimbangan MK memang lebih banyak mengacu kepada ahli maupun saksi yang diajukan pemerintah. Padahal, jelas Sholeh, kebanyakan ahli dari pemerintah kebanyakan berasal dari ahli olahraga saja.

 

Sedangkan, ahli yang diajukan pemohon lebih variatif. Ada yang ahli olahraga, ahli hukum tata negara, dan dari Komnas HAM. Bagaimana bisa dikatakan tidak diskriminatif, padahal ahli kita dari Komnas HAM menyatakan itu diskriminatif. Pemerintah kan juga tak menghadirkan ahli HAM, jelasnya.

 

Karenanya, Sholeh mengatakan kliennya akan melakukan perlawanan terhadap putusan ini. Caranya, dengan tetap bertahan menjadi Ketua KONI Surabaya sampai akhir periodenya. Sebagai catatan, masa jabatan Saleh Ismail Mukadar di KONI Surabaya sepanjang periode 2006-2010.

 

Ketua Bidang Hukum Badan Pembina dan Pengawas Olahraga Profesional Indonesia (BPPOPI) Haryo Yuniarto mengingatkan, adanya implikasi hukum yang harus diterima bila pemohon nekat melakukan tindakan itu. Sanksinya bisa berupa tidak diakui sampai ditundanya pengucuran anggaran, ujarnya. PP No 16 Tahun 2007 tentang Penyelengaraan Keolahragaan memang telah tegas mengatur sanksinya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: