Pekerja Migran Kesulitan Akses Informasi
Berita

Pekerja Migran Kesulitan Akses Informasi

Pemerintah dinilai abai penuhi hak pekerja migran atas informasi.

ADY
Bacaan 2 Menit

Mengomentari bermacam data yang diminta para pekerja migran itu Alamsyah menggolongkan data tersebut sifatnya terbuka. Seperti hasil pengawasan dan struktur biaya. Mengacu pasal 11 UU Keterbukaan Informasi Publik Alamsyah mengatakan, hal itu masuk dalam keputusan publik yang dinyatakan sebagai informasi terbuka. “Publik berhak untuk mengetahui informasi itu,” ujarnya.

Tak ketinggalan Alamsyah menjelaskan, untuk menangani sengketa informasi yang para pihaknya berada di luar negeri, misalnya antara pekerja migran dan KJRI, KIP sedang membentuk hukum acara yang ditujukan menyelesaikan sengketa itu. Dengan aturan tersebut diharapkan proses penyelesaian dapat dilakukan lewat sidang jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi.

Penyesatan Informasi
Tak ketinggalan advokat publik LBH Yogyakarta, Abdul Rahim Sitorus, menyoroti penyesatan informasi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Misalnya, tentang Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), pejabat tersebut mengatakan pekerja migran wajib mengantongi KTKLN. Jika tidak, pekerja migran yang bersangkutan dianggap penjahat dan dapat dikenakan sanksi pidana. Padahal, mengacu UU PPTKLN, walau menjelaskan tentang KTKLN tapi tak menyebut ada sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pekerja migran. Menurutnya, yang dijatuhi sanksi tersebut adalah PJTKI yang menempatkan pekerja migran tanpa melewati prosedur.

Akibat informasi yang dirasa salah itu, Abdul mengatakan pekerja migran di negara penempatan takut untuk pulang ke Indonesia karena tak punya KTKLN. Mengingat informasi yang dipublikasikan itu meresahkan, bahkan merugikan pekerja migran, Abdul berpendapat pejabat atau instansi pemerintahan yang bersangkutan telah menabrak aturan. Sekalipun pekerja migran ingin membuat KTKLN, ketentuan yang mengaturnya pun tak jelas karena tiap tahun berubah-ubah persyaratannya.

Menanggapi hal itu Alamsyah mengimbau agar pejabat ataupun instansi yang memberikan informasi tersebut meminta maaaf kepada pekerja migran. Serta meluruskan informasi yang dimaksud. Merujuk pasal 55 UU Keterbukaan Informasi Publik, Alamsyah menyebut pihak yang menyebarkan informasi sesat sehingga merugikan orang lain dapat terkena sanksi pidana. “Penjara paling lama setahun dan/ atau denda paling banyak Rp5 juta,” pungkasnya.

Tags: