Pelaku Pelanggaran HAM Berat Paniai Dikenakan 2 Dakwaan
Terbaru

Pelaku Pelanggaran HAM Berat Paniai Dikenakan 2 Dakwaan

Sudah sepatutnya jaksa turut menuntut pimpinan TNI yang bertanggung jawab dan kepala Operasi Aman Matoa V sebagaimana juga terang dijelaskan dalam laporan penyelidikan Komnas HAM.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Sumedena menjelaskan tim penuntut umum yakin pasal yang didakwakan terhadap terdakwa telah sesuai berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti lainnya yang dikumpulkan pada tahap penyidikan dalam perkara tersebut.

Dalam dakwaan JPU, terdakwa kapasitasnya waktu itu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai di Kabupaten Paniai yang dianggap bertanggung jawab dalam insiden penembakan warga.

Ia menguraikan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan pada Senin, 8 Desember 2014, sekitar pukul 11.00 WIT bertempat di Lapangan Karel Gobay dan Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) 1705-02/Enarotali di Jalan Karel Gobay Kampung Enarotali Distrik Paniai, yang mengakibatkan 14 orang korban, 10 orang luka-luka serta 4 diantaranya meninggal dunia.

Terdakwa sebagai perwira menengah berpangkat tertinggi di Koramil 1705-02/Enarotali kala itu dinilai telah melihat dan membiarkan anggotanya mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata dengan tidak mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut.

Lebih dari satu pelaku

Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti penetapan terdakwa dalam kasus Paniai hanya 1 orang. Ketua PBHI, Julius Ibrani, mengatakan sedikitnya ada beberapa kejanggalan dalam proses penyelesaian kasus Paniai. Misalnya, jaksa hanya menetapkan pelaku tunggal dalam dakwaan kasus Paniai 2014 sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi melalui “serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil”.

Julius yakin serangan dalam peristiwa Paniai pasti melibatkan lebih dari satu pelaku. Hukum dan standar internasional yang berlaku untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dengan jelas menyatakan bahwa baik mereka yang memiliki tanggung jawab komando maupun mereka yang secara langsung melakukan kejahatan harus dimintai tanggung jawab pidana.

Mengacu hasil penyelidikan Komnas HAM, Julius menjelaskan terduga pelaku dibagi dalam beberapa kategori yaitu pelaku lapangan, komando pembuat kebijakan, komando efektif di lapangan, dan pelaku pembiaran. Secara logika, penanggung jawab komando bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh bawahannya.

Menurut Julius, Koalisi mengingatkan konteks pertanggungjawaban komando tidaklah berhenti pada orang yang memberikan perintah saja, tapi juga termasuk pertanggungjawaban atasan yang tidak mencegah atau menghentikan tindakan pelanggaran HAM yang berat atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana Pasal 42 UU Pengadilan HAM.

Julius berpendapat sudah sepatutnya dakwaan tidak hanya menyasar Isak Sattu sebagai Perwira Penghubung, tetapi juga menyasar pada atasan yang dalam hal ini telah diduga tidak mencegah atau menghentikan dan menyerahkan pelaku kepada pihak berwajib. Jaksa tidak boleh terkesan melindungi pelaku dengan tidak menuntut pelaku yang jelas sangat potensial melanggar HAM.

“Sudah sepatutnya jaksa turut menuntut pimpinan TNI yang bertanggung jawab dan kepala Operasi Aman Matoa V sebagaimana juga terang dijelaskan dalam laporan penyelidikan Komnas HAM,” tegas Julius.

Tags:

Berita Terkait