Pelanggaran Hak Cipta: Jerat Pidana dan Sejumlah Ketentuan Khususnya
Terbaru

Pelanggaran Hak Cipta: Jerat Pidana dan Sejumlah Ketentuan Khususnya

Pelanggaran hak cipta merupakan salah satu bentuk tindak pidana. Jika melanggar, pelakunya dapat dihukum pidana penjara dan sejumlah denda. Simak selengkapnya.

Tim Hukumonline
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi pelanggaran hak cipta. Sumber: pexels.com
Ilustrasi pelanggaran hak cipta. Sumber: pexels.com

Sebelum membahas pelanggaran hak cipta, penting untuk diketahui bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ciptaan yang Dilindungi dan Tidak Dilindungi

Fungsi dari hak cipta adalah untuk melindungi karya yang telah diciptakan. Selain itu, dengan adanya hak cipta, pencipta berhak atas hak eksklusif, yakni hak moral dan hak ekonomi. Objek yang dilindungi dalam hak cipta adalah ciptaan.

Pasal 1 angka 3 UUHC menerangkan bahwa ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Sehubungan dengan ciptaan, UUHC mengelompokkan ciptaan ke dalam dua kategori, yakni ciptaan yang dilindungi dan tidak dilindungi.

Ciptaan yang Dilindungi

Ciptaan yang dilindungi sebagaimana diterangkan Pasal 40 ayat (1) UUHC meliputi karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra sebagai berikut:

  1. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
  2. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;
  3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  6. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
  7. karya seni terapan;
  8. karya arsitektur;
  9. peta;
  10. karya seni batik atau seni motif lainnya;
  11. karya fotografi;
  12. potret;
  13. karya sinematografi;
  14. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi;
  15. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
  16. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;
  17. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
  18. permainan video; dan
  19. program komputer.

Ciptaan atau Hasil Karya yang Tidak Dilindungi

Ada dua kategori dalam hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta, yakni hasil karya yang tidak dilindungi dan hasil karya yang tidak bisa dikenai hak cipta.

Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta sebagaimana diterangkan Pasal 41 UUHC meliputi:

  1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
  2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
  3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

Karya yang tidak dapat dikenai hak cipta sebagaimana diterangkan Pasal 42 UUHC berupa:

  1. hasil rapat terbuka lembaga negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Perbuatan yang Tidak Dianggap sebagai Pelanggaran Hak Cipta

UUHC mengatur perihal pembatasan hak cipta. Pasal 43 UUHC menerangkan sejumlah hal atau perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.

  1. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifat aslinya.
  2. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada ciptaan tersebut, atau ketika ciptaan tersebut dilakukan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan.
  3. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
  4. Pembuatan dan penyebarluasan konten hak cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
  5. Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian potret presiden, wakil presiden, mantan presiden, mantan wakil presiden, pahlawan nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Khusus yang Tidak Dianggap sebagai Pelanggaran Hak Cipta

Dalam Pasal 44 hinggaPasal 49 UUHC, diatur sejumah ketentuan khusus yang dikategorikan sebagai bukan pelanggaran hak cipta. Ketentuan tersebut, antara lain:

  1. Jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan untuk keperluan pendidikan, keamanan dan penyelenggaraan pemerintahan, ceramah, pertunjukan, dan untuk memfasilitasi penyandang tuna netra (dalam bentuk huruf braille, audio, atau sarana lain).
  2. Penggandaan sebanyak satu salinan program komputer yang dilakukan pengguna untuk keperluan penelitian, arsip, atau cadangan yang sah untuk mencegah kehilangan dan kerusakan.
  3. Penggandaan untuk kepentingan pribadi sebanyak satu kali, kecuali penggandaan dalam bentuk karya arsitektur dalam bentuk bangunan, bagian substansial dari buku atau anotasi musik, bagian substansial dari database dalam bentuk digital, dan program komputer.
  4. Pembuatan satu salinanan ciptaan oleh perpustakaan sebanyak satu salinan yang tidak bertujuan komersial.
  5. Untuk tujuan informasi yang menyebutkan sumber dan nama pencipta secara lengkap dengan bentuk ciptaan berupa artikel, laporan peristiwa aktual, kutipan singkat dalam situasi tertentu, karya ilmiah, pidato, ceramah, atau ciptaan sejenis yang dapat disampaikan ke publik.
  6. Penggandaan sementara atas ciptaan dengan ketentuan dilaksanakan transmisi digital oleh pencipta secara digital dalam media penyimpanan, dilaksanakan dengan izin pencipta untuk mentransmisikan ciptaan, dan menggunakan alat yang dilengkapi mekanisme penghapusan salinan secara otomatis yang tidak memungkinkan ciptaan tersebut ditampilkan kembali.

Hukuman Pelanggaran Hak Cipta

Ketentuan pidana atau hukuman atas pelanggaran hak cipta diatur dalam UUHC. Pasal 112 UUHC menyatakan bahwa pelanggaran hak cipta dengan menghilangkan, mengubah, atau merusak informasi manajemen hak cipta untuk penggunaan komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Pasal 113 ayat (4) UUHC menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pembajakan hak cipta dipidana pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.

Pasal 115 UUHC menyatakan bahwa penggunaan potret tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya secara komersial untuk kepentingan reklame atau periklanan dalam media elektronik atau nonelektronik dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Pasal 119 UUHC menyatakan bahwa setiap lembaga manajemen kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari menteri dalam melakukan kegiatan penarikan royalti dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.

Bentuk Pelanggaran Hak Cipta yang Mudah Ditemukan

Ada banyak pelanggaran hak cipta dalam kehidupan bermasyarakat. Dinilai dari bentuk pelanggarannya yang paling “umum”, kasus pelanggaran hak cipta karya seni adalah pembajakan. Kemudian, contoh kasus pelanggaran hak cipta film yang paling umum adalah maraknya film bajakan atau cuplikan film yang tersebar tanpa izin di media sosial. Selanjutnya, contoh kasus pelanggaran hak cipta dalam pendidikan di Indonesia adalah maraknya buku ajar bajakan yang dibuat untuk kepentingan komersial.

[Baca juga: Contoh Kasus Pelanggaran Hak Cipta dan Mekanisme Penyelesaiannya]

Pelanggaran hak cipta mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencegah ini terjadi, peran masyarakat tentu sangat dibutuhkan. Katakan tidak untuk film bajakan, buku-buku palsu, laporkan konten ilegal atau bajakan pada sosial media, dan jauhi semua hal palsu atau bajakan. Mari dukung pencipta dengan hanya menggunakan menjaga hak ciptanya. Baca berita lainnya di sini!

Tags:

Berita Terkait