Pelanggaran HAM di Balik Bencana Kabut Asap
Berita

Pelanggaran HAM di Balik Bencana Kabut Asap

Masyarakat dapat menggugat pihak termasuk yang menjadi penyebab terjadinya bencana kabut asap ini dalam pelanggaran HAM. Penyebab bencana ini tidak hanya terjadi di daerah berlahan tapi juga di perkotaan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Kritik terhadap persoalan kabut asap ini juga disampaikan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin. Dia menjelaskan penyebab polusi udara ini tidak hanya karhutla saja tapi juga industri dan kendaraan bermotor. Bahkan, berdasarkan penelitian lapangannya, ditemukan industri rumahan pembakaran logam di pinggiran Jakarta. Menurutnya, industri tersebut menyebabkan penduduk sekitar khususnya anak-anak mengalami cacat karena menghirup asap hasil pembakaran logam tersebut.

 

“Kami temukan permasalahan ini (polusi) Jakarta, Surabaya, Semarang dan kota-kota besar lain. Kami sudah menyampaikan ini kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kementerian KLHK. Tapi, kami malah berdebat, mereka (pemerintah) bilang katanya kualitas udara Jakarta masih baik-baik saja. Padahal rata-rata tahunan konsentrasi PM 2,5 sudah tidak sehat. Ini akan berdampak buruk pada kesehatan. Sumbernya smelter yang tidak ditindak pemerintah. Smelter atau peleburan logam ini menyebabkan 68 ribu orang meninggal karena pencemaran udara setiap tahun, ini data WHO,” jelas Safrudin.

 

Dia juga mengkritik pemerintah yang dianggap tidak serius menangani persoalan kabut asap di berbagai daerah. Menurutnya, pemerintah tidak mampu mengambil tindak tegas kepada korporasi yang menjadi pelaku terjadinya bencana asap tersebut. Upaya reprentif yang diambil pemerintah juga dianggap tidak efektif mengatasi bencana asap.

 

“Tidak ada usaha konkret, yang dilakukan sebatas public relation termasuk pengendalian karhutla, setelah pembakaran hutan dan lahan maka usaha pemadaman sia-sia. Yang kemarin memadamkan kebakaran hutan itu tidak efektif, pakai bom air bagi kami itu hanya sekadar public relation, seharusnya yang dilakukan pemerintah mencegah jangan sampai terjadi kebakaran. Pemerintah juga tidak ada usaha meghentikan urban air pollution, justru membantah bahwa telah terjadi pencemaran. Apabila pemerintah melakukan pembiaran maka dikategorikan pidana,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait