Peluang dan Tantangan Hukum Bisnis Pasca Penghentian Survei EoDB
Terbaru

Peluang dan Tantangan Hukum Bisnis Pasca Penghentian Survei EoDB

EoDB sulit digantikan karena merupakan salah satu indeks yang secara ilmiah memenuhi kualifikasi untuk disebut sebagai Global Performance Indicator atau GPI.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Webinar bertema Prospek Reformasi Hukum Bisnis Indonesia Setelah Penghentian Indeks Ease of Doing Business, yang diselenggarakan oleh STHI Jentera, Selasa (2/11).
Webinar bertema Prospek Reformasi Hukum Bisnis Indonesia Setelah Penghentian Indeks Ease of Doing Business, yang diselenggarakan oleh STHI Jentera, Selasa (2/11).

Terbongkarnya skandal survei kemudahan berusaha atau yang dikenal dengan Ease of Doing Business (EoDB) yang dilakukan oleh oknum penyelenggara, yakni World Bank (WB) membuat kegiatan tahunan tersebut terpaksa dihentikan. Terjadinya fraud survei EoDB membuka kemungkinan bagi WB untuk melakukan perubahan terkait indikator-indikator yang selama ini menjadi patokan bagi investor.

Masalahnya, selama ini hasil penilaian EoDB kerap dipakai oleh banyak negara sebagai rujukan investasi. Bahkan pemerintah Indonesia sendiri menjadikan EoDB sebagai rujukan dalam membuat kebijakan ekonomi. Sehingga banyak pihak yang mempertanyakan apakah penghentian survei ini akan berdampak terhadap kelangsungan ekonomi Indonesia.

Menurut Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Aria Suyudi, hasil survei EoDB yang dikeluarkan oleh WB sulit untuk digantikan dengan bentuk survei yang lain karena EoDB adalah satu indeks yang secara ilmiah memenuhi kualifikasi untuk disebut sebagai Global Performance Indicator atau GPI (Kelly & Simmons (2019).

Karakteristik dari GPI sendiri adalah harus tersedia secara publik dan mudah diperoleh, diterbitkan rutin pada jadual yang dapat diprediksi; purposif, secara eksplisit normatif berfokus kepada kebijakan; dilaksanakan untuk mempengaruhi keluaran di tingkat pemerintah; dan bersifat komparatif terhadap kinerja berbagai negara dalam suatu kawasan atau lebih luas. (Baca: Soal Manipulasi Data EoDB Bank Dunia, Ini Kata BKPM)

Selain itu, EoDB merupakan indeks yang menggunakan pemeringkatannya menggunakan metode obyektif empiris terhadap kerangka regulasi, cakupan ranking EoDB paling luas, meliputi 190 negara, merupakan salah satu GPI paling tua, yang diterbitkan pertama kali tahun 2003, dan diselenggarakan oleh Lembaga multilateral (World Bank Group).

Indeks ini sangat penting, dan merupakan salah satu publikasi utama (flagship publication) WBG, bahkan indeks EoDB dan diklaim WBG sebagai survei instrumental yang mempengaruhi kebijakan banyak negara dalam melakukan agenda pembaharuan ekonominya. Aria menyampaikan bahwa tercatat 70 negara membentuk komite pembaruan yang dikaitkan khusus dengan peningkatan peringkat EoDB, serta adanya pengakuan politis yang luas dari banyak negara besar, termasuk dari beberapa pemimpin negara G20.

“GPI ini ilmiah, jadi di EoDB kita kayak di supermarket reform, kita tinggal pilih mau reform yang mana. Gampang sebenarnya, dan EoDB itu enggak statis, setiap dua tahun ada perubahan model, mereka melakukan improve data. Jadi kita kayak disuapin, ya sudah kerjain aja EoDB dan itu efisien banget,” kata Aria dalam Webinar “Prospek Reformasi Hukum Bisnis Indonesia Setelah Penghentian Indeks Ease of Doing Business” yang diselenggarakan oleh STHI Jentera, Selasa (2/11).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait