Pada negara-negara Eropa bahkan Singapura sudah mulai mewajibkan para korporasi yang mengelola data masyarakat untuk membentuk Data Protection Officer (DPO) dalam instansinya. Sehingga, apabila DPO diterapkan di Indonesia maka peluang kerja para lulusan sarjana hukum sebagai disiplin ilmu yang cocok pada profesi tersebut makin terbuka seiring kebutuhan pelaku usaha.
“Nantinya, DPO tersebut memastikan organisasi di mana di bekerja patuhi semua perundang-undangan sehubungan data pribadi, khusus memastikan compliance perusahaan. Selain itu, ada fungsi lain yaitu sebagai pihak yang akan ditanya-tanyakan oleh regulator, pemilik data pribadi sehubungan data yang diproses. Dia (pemilik data) minta datanya direvisi atau dihapus nanti hubunginya lewat DPO. Ada regulator yang mau tanyakan insiden kebocoran data perusahaan dia yang bertanggung jawab,” ungkap Partner Assegaf Hamzah and Partners, M Iqsan Sirie kepada Hukumonline, Jumat (7/8).
Merujuk pada negara-negara yang memiliki aturan ketat perlindungan data, Iqsan memaparkan praktik DPO merupakan sesuatu yang lumrah. Bahkan, Singapura mewajibkan semua korporasi yang tunduk pada perundang-undangan perlindungan data pribadi membentuk tim DPO.
Baca Juga:
- M Iqsan Sirie, Lawyer dengan Kompetensi Hukum Perlindungan Data
- Mengenal Penerapan Arus Data Lintas Batas pada Ekosistem Ekonomi Digital
“DPO sudah mulai diterapkan di negara lain, ini terinspirasi dari GDPR dari negara lain di Eropa. Singapura juga punya kewajiban DPO bahkan lebih strict dari Indonesia, kalau Indonesia berdasarkan risk based tapi kalau Singapura pukul rata,” ungkap Iqsan.
Baca juga artikel terkait seputar mahasiswa hukum dan profesi, silakan klik artikel Klinik berikut ini: Cara Mengurus Surat Cerai Tanpa Buku Nikah
Bagi para lulusan sarjana hukum yang ingin berkarir sebagai DPO diharapkan memiliki pemahaman dunia teknologi informasi. Sebab, profesi DPO merupakan perpaduan antara ilmu hukum dengan teknologi informasi khususnya mengenai perlindungan data.