Pentingnya Mitigasi Risiko Terhadap Pemalsuan Merek
Terbaru

Pentingnya Mitigasi Risiko Terhadap Pemalsuan Merek

Demi memberikan perlindungan hukum, merek wajib didaftarkan ke Ditjen HKI Kemenkumham.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Webinar Hukumonline bertajuk Memahami Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Perkembangan Regulasinya di Indonesia, Selasa (8/2). Foto: RES
Webinar Hukumonline bertajuk Memahami Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Perkembangan Regulasinya di Indonesia, Selasa (8/2). Foto: RES

Merek merupakan hal penting dari sebuah produk. Merek adalah sebuah tanda yang dikenakan oleh pengusaha pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal. Merek merupakan bagian dari HKI yang dilindungi dan diatur dalam UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Karena memiliki nilai ekonomi, terutama untuk merek-merek terkenal, merek kerap dipalsukan oleh oknum-oknum pelaku usaha yang mencoba mengambil keuntungan lewat cara-cara yang tidak benar. Menurut Partner pada Assegaf Hamzah & Partner, Achmad Faisal Rahman, pelaku usaha harus mengambil langkah-langkah untuk memitigasi risiko pemalsuan merek.

Pertama, yang harus dilakukan pelaku usaha selaku pemilik merek adalah mendaftarkan merek kepada Direktorat Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kementerian Hukum dan HAM. Faisal menjelaskan bahwa hal ini perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum kepada merek. (Baca: Memahami Masa Berlaku HKI Menurut Aturan Perundang-undangan)

“Mendaftarkan merek kepada Ditjen KI agar merek dilindungi secara hukum dan pemilik merek memiliki hak eksklusif untuk menggunakan, memberi izin, dan/atau melarang pihak lain untuk menggunakan mereknya,” kata Faisal dalam Webinar Hukumonline bertajuk “Memahami Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Perkembangan Regulasinya di Indonesia”, Selasa (8/2).

Setelah merek terdaftar, lanjut Faisal, pemilik merek memiliki berbagai bentuk perlindungan terhadap merek yang sudah didaftarkan. Yakni pemilik merek berhak mengumumkan melalui situs web resmi, media sosial, dan/atau sarana publikasi lainnya bahwa merek tersebut sudah terdaftar dan dilindungi berdasarkan undang-undang sehingga setiap penggunaan  merek tersebut tanpa izin dapat dikenai sanksi sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian pemilik merek juga dapat mengajukan keberatan terhadap permohonan pendaftaran merek pihak lain yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar milik si pemilik merek. Lalu pemilik merek juga dapat mengajukan pengaduan secara resmi kepada digital marketplace jika ada user yang menjual barang/jasa menggunakan merek terdaftar milik si pemilik merek tanpa izin.

Tak hanya itu, pemilik merek juga dapat mengajukan laporan kepada polisi jika diketahui adanya pelanggaran atas merek terdaftar milik si pemilik merek, dan/atau mengajukan gugatan pelanggaran merek kepada Pengadilan Niaga untuk meminta ganti rugi.

Kedua, untuk melindungi merek si pemilik merek sebaiknya mengimplementasikan penggunaan sarana kontrol teknologi sebagai pelindung. Terhadap perusakan sarana teknologi, terdapat sanksi pidana berdasarkan UU Hak Cipta berupa penjara maksimal 2 tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp300 juta. Dan ketiga, pastikan pemilik merek menuliskan lambang copyright© sebagai bentuk pemberitahuan bahwa ciptaan tersebut dilindungi oleh hak cipta.

Sebelumnya Kepala Sub Direktorat Pemeriksaan Merek DJKI Kementerian Hukum dan HAM, Agung Indriyanto menyampaikan bahwa pada prinsipnya, perlindungan merek adalah pemberian hak eksklusif pada satu pihak untuk mengelola hak ekonomi merek dagang tersebut. Hak ini diberikan pada pihak yang pertama kali (first to file) meminta perlindungan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). 

Pada proses permohonan perlindungan merek, setelah pemohon melakukan mengirimkan permohonan, maka permohonan akan diperiksa kelengkapan administrasinya setidaknya selama 15 hari. Setelah itu, permohonan akan masuk pada tahap pengumuman selama dua bulan.

Pada tahap pengumuman, proses publikasi suatu permohonan merek kepada masyarakat umum disampaikan melalui laman https://pdki-indonesia.dgip.go.id/. Jika ada pihak yang merasa keberatan atas permohonan tersebut, di tahap inilah pengajuan keberatan dapat disampaikan oleh pihak yang merasa memiliki merek atau logo yang mirip dengan yang sedang dimohonkan untuk dilindungi negara.

"Pengajuan keberatan dapat diajukan di hari pertama pengumuman sampai di hari terakhir di bulan kedua. Dalam waktu tersebut, semua pihak boleh mengajukan keberatan. Jika sudah melewati masa pengumuman, maka sudah tidak dapat diajukan keberatan," kata Agung, Senin (3/1).

Pengajuan keberatan atas permohonan merek disampaikan melalui menu pasca permohonan pada laman merek.dgip.go.id dengan membayar Rp1.000.000 per permohonan. Agung menjelaskan, sebelum mengajukan keberatan, pastikan terlebih dahulu apakah permohonan merek tersebut melanggar Pasal 20 dan Pasal 21 UU Merek. Jika benar, maka harus ada bukti penguat yang disertakan.

"Jika dianggap memiliki kesamaan pada pokoknya, maka pemohon keberatan dapat mengajukan bukti letak persamaan merek yang dibandingkan. Kalau dalilnya itikad tidak baik, maka harus menyampaikan bukti di mana letak iktikad tidak baiknya," tutur Agung.

Lalu bagaimana jika suatu permohonan sudah melewati masa pengumuman, apakah masih dapat diajukan keberatannya? Menurut Agung, jika sudah melewati masa pengumuman, maka secara konteks hukum tidak dapat lagi disebut sebagai keberatan. Pemohon dipersilakan menyampaikan keberatannya dengan mengajukan "Surat Lainnya" pada pasca permohonan merek. Namun, DJKI tidak memiliki kewajiban untuk membalas surat tersebut tapi akan tetap menjadi pertimbangan bagi pemeriksa.

Tags:

Berita Terkait