Pembahasan Lamban, Pengesahan RUU Penyiaran Bakal Dikebut
Berita

Pembahasan Lamban, Pengesahan RUU Penyiaran Bakal Dikebut

Sepanjang ada kesepahaman antara Baleg dengan Komisi I, pengesahan di rapat paripurna dapat dipercepat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Beredar kabar bahwa revisi Undang-Undang (RUU) No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bakal diboyong dalam rapat paripurna dan disahkan menjadi UU sebagai usul inisiatif DPR. Pasalnya, status RUU tentang Penyiaran sudah sekian lama dibahas di tingkat Badan Legislasi (Baleg) sejak Februari 2017 lalu.  

 

“Jadi memang RUU tentang Penyiaran ini sudah cukup lama sekali. Tentu kita tidak bisa terlalu berlama-lama di Baleg. Sehingga Baleg diberikan waktu, setidaknya pada masa sidang ini,” ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (1/2/2018).

 

Agus mengatakan Baleg mesti mengejar target untuk merampungkan RUU itu di masa sidang ini. Sesuai tata tertib, apabila dalam rapat pleno Baleg yang memutuskan rentang waktu pembahasan belum sepenuhnya sepakat, maka keputusan dapat diambil dalam rapat paripurna.

 

Politisi Partai Demokrat ini menuturkan walaupun pembahasan di tingkat Baleg belum rampung, tetapi DPR harus segera mengambil keputusan. “Kita tidak bisa menunggu terus menerus sampai ini selesai baru kuorum, atau harus semua sepakat di Baleg,” ujarnya.

 

Seperti diketahui, RUU tentang Penyiaran masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2018 dengan nomor urut 25. Berdasarkan agenda DPR, rapat paripurna terdekat bakal digelar ada 13 Februari mendatang.

 

Karena itu, Baleg mesti segera memberi persetujuan dalam rapat pleno untuk segera diparipurnakan. Sebab, RUU tentang Penyiaran cukup dibutuhkan masyarakat di tengah perkembangan dunia informasi digital yang semakin pesat. Makanya, saat pembahasannya pun masih menuai perdebatan soal digital atau analog.

 

Diharapkan pengambilan keputusan di tingkap pleno Baleg dilakukan dengan musyawarah mufakat, bukan dengan voting. “RUU ini usulan dari DPR. Kalau dilihatnya nanti gak sepakat sampai diambil di-voting itu kurang bagus,” ujarnya.

 

Baca juga:

· Begini Masukan KPAI untuk RUU Penyiaran

· Akademisi Kritik RUU Penyiaran Versi Baleg DPR

· Soal RUU Penyiaran, Baleg Harusnya Melihat Putusan MK yang Lain

· Revisi UU Penyiaran Sarat Akan Kepentingan Pemodal

· Klausula Larangan Iklan Rokok Masih Bisa Berubah

 

Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo mengatakan pihaknya telah melapor ke Ketua DPR Bambang Soesatyo. Baleg, kata Firman, bertanggung jawab dalam penyelesaian RUU tentang Penyiaran pada masa sidang kali ini. Namun, semua prosesnya mesti melalui mekanisme yang berlaku di Baleg.

 

Menurut Firman, keputusan yang diambil dalam rapat pleno bakal dijadwal ulang. Semua proses pembahasan hingga pengambilan keputusan mesti ditempuh sesuai mekanisme yang berlaku karena RUU ini masih mengandung banyak persoalan. Karena itu, pembahasannya pun dilakukan dengan mengedepankan asas kehati-hatian. Termasuk, RUU tentang Penyiaran tak boleh bertentangan dengan konstitusi.

 

“RUU ini tidak boleh dilahirkan untuk diskriminasi dan tak boleh ada monopoli baru, serta berikan kepatuhan hukum dan keadilan bagi semua pihak,” harapnya.

 

Lebih lanjut, Anggota Komisi IV DPR itu berharap melalui RUU tentang Penyiaran nantinya demokrasi melalui media penyiaran dapat terjaga. Termasuk mengatur independensi dunia penyiaran ketika mulai dikanalisasi. Atau, ketika industri penyiaran tidak lagi sesuai dengan keinginan rezim penguasa, maka berpotensi tidak diberikan frekuensi (hak siar).

 

Yang pasti, kata Firman, sepanjang adanya kesepahaman antara Baleg dengan Komisi I, maka pengesahan di paripurna tidak bajal terlalu lama. Sebab dunia digitalisasi dalam industri penyiaran sudah mulai berjalan. Karena itu, RUU tentang Penyiaran amat segera dibutuhkan. “Kita ingin kemandirian industri penyiaran, terutama swasta,” pintanya.

 

Tiga periode

Kepala Badan Keahlian DPR Kadir Jhonson Rajagukguk mengungkapkan sebenarnya perancangan draf RUU tentang Penyiaran sudah dilakukan sejak lama oleh Badan Keahlian DPR periode 2004-2009. Tak rampung, kemudian berlanjut periode 2009-2014. Hingga akhirnya berlanjut pada periode 2014-2019, saat ini.

 

Meski telah memasuki pembahasan masa periode ketiga, RUU tentang Penyiaran rupanya bergerak lamban. Kini, status RUU ini masih dalam tahap harmonisasi hingga Januari 2018. Berdasarkan tata tertib DPR, kata Jhonson, proses harmonisasi sebuah RUU paling lama 20 hari kerja. Setidaknya, dua kali masa sidang DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 119 Peraturan DPR No.1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.

 

Pasal 119

(1) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari masa sidang sejak rancangan undang-undang diterima Badan Legislasi.

(2) Dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada akhir masa sidang kurang dari 20 (dua puluh) hari, sisa hari dilanjutkan pada masa sidang berikutnya.

(3) Dalam hal rancangan undang-undang disampaikan pada masa reses, 20 (dua puluh) hari dihitung sejak pembukaan masa sidang berikutnya.

 

Lebih lanjut, Jhonson mengatakan RUU tentang Penyiaran diusulkan dan dimasukan oleh Komisi I pada Februari 2017. Sayangnya, proses harmonisasi sejak hari itu, tak juga rampung dan juga terhenti. Mekanisme penanganan terhadap RUU  tentang Penyiaran yang tak kunjung ada kejelasan. Sebab, secara administratif, waktu yang diberikan Peraturan DPR tentang Tata Tertib sudah melewati batas 20 hari masa kerja dan dua kali masa persidangan.

 

Sekedar diketahui, RUU tentang Penyiaran merupakan usul dari Komisi I DPR. Draf RUU yang telah disusun dan dimasukan sejak Februari 2017 itu nyaris  tak kunjung rampung di tingkat Baleg. Karena itu, dalam rapat pleno Badan Musyawarah (Bamus) meminta agar RUU tersebut dapat segera diparipurnakan pada masa sidang kali ini. Setelah diparipurnankan menjadi hak usul DPR, maka pembahasan di tingkat I bakal dilakukan bersama dengan pemerintah.

Tags:

Berita Terkait