Pasal itu hanya mengatur pekerja atau buruh yang sakit berkepanjangan melampaui 12 bulan dapat mengajukan PHK dan diberikan hak uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dua kali ketentuan, uang pengganti hak. Aturan ini bisa berdampak pada kebangkrutan dan menimbulkan kecurigaan antara pekerja dan pengusaha yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kepastian hukum yang adil.
Apabila ada kewajiban menyertakan rekam medis sebagai bukti sakit berkepanjangan akan berpengaruh baik pada hubungan kerja antara pengusaha dan buruh. Sebab, pengusaha bisa mengetahui penyakit yang diderita dan akhirnya pengusaha mau membayar kewajibannya kepada pekerjanya sesuai Pasal 172 UU Ketenagakerjaan ini.
Karena itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk memberi tafsir konstitusional atas berlakunya Pasal 172 UU Ketenagakerjaan sepanjang alasan pengajuan PHK sakit berkepanjangan ditambah frasa “memberi bukti rekam medis dari kedokteran atau keterangan resmi dari rumah sakit” dalam pasal tersebut. Permintaan ini agar tidak ada permasalahan antara pekerja dan pengusaha di kemudian hari. (Baca Juga: Menaker Ingatkan Pentingnya Sistem Pengupahan yang Berkeadilan)