Pemerintah Beberkan Penyebab Sulitnya Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat
Utama

Pemerintah Beberkan Penyebab Sulitnya Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat

Karena kurang alat bukti yang kuat sehingga berakibat terduga pelakunya dibebaskan pengadilan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Asisten Deputi Koordinasi Perlindungan dan Pemajuan HAM pada Kemenkopolhukam, Rudy Syamsir. Foto: ADY
Asisten Deputi Koordinasi Perlindungan dan Pemajuan HAM pada Kemenkopolhukam, Rudy Syamsir. Foto: ADY

Persoalan impunitas merupakan salah satu pekerjaan rumah (PR) besar yang hingga kini belum tuntas. Praktik impunitas bisa dilihat dalam berbagai kasus, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Kalangan organisasi masyarakat sipil terus menyuarakan penghapusan impunitas.

Asisten Deputi Koordinasi Perlindungan dan Pemajuan HAM pada Kemenkopolhukam, Rudy Syamsir, mengatakan ada pandangan yang menyebut pemerintah melakukan impunitas dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat. Pandangan itu menurutnya tidak berdasar karena selama ini pemerintah terus berusaha menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Hal ini dibuktikan dari 3 kasus pelanggaran HAM berat yang diproses sampai pengadilan yakni Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura. Bahkan saat ini ada satu kasus yang masih berproses mengumpulkan bukti-bukti. Rudy mengakui tidak mudah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Misalnya dalam membentuk UU, pemerintah perlu membahasnya bersama lembaga legislatif. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM bisa dilakukan melalui yudisial dan nonyudisial. Untuk yudisial berarti melalui pengadilan dan nonyudisial menggunakan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Baca Juga:

Beleid itu juga mengatur Komnas HAM bertindak sebagai penyelidik dan kejaksaan sebagai penyidik dan penuntut umum. Rudy menjelaskan beberapa sebab mekanisme yudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat menemui hambatan. Pertama, proses pembuktian kasus pelanggaran HAM berat tunduk pada KUHAP dimana satu keterangan saksi tidak dapat dijadikan alat bukti, kecuali didukung alat bukti lain.

Kedua, hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus pelanggaran HAM berat belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh kejaksaan karena dianggap bukti belum mencukupi. “Karena KUHAP mengatur minimal harus ada 2 alat bukti yang cukup,” kata Rudy Syamsir dalam webinar bertema “Peluang Penghapusan Impunitas di Indonesia”, Kamis (2/6/2022).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait