Pemerintah Pertimbangkan Keluarkan Delik Narkotika dari RKUHP
Terbaru

Pemerintah Pertimbangkan Keluarkan Delik Narkotika dari RKUHP

Tapi mesti membahas terlebih dahulu dengan tim internal pemerintah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan sependapat dengan pandangan Tobas. Menurutnya, pemerintah dan DPR perlu menyusun time line. Seperti memutuskan 14 isu krusial yang telah disepakati terlebih dahulu di tahap pertama agar menjadi lebih jelas.

Menurutnya, pembahasan RKUHP di masa sidang tersisa, bersifat terbuka tapi terbatas. Artinya, terbatas di satu sisi tidak dibahas selurunya. Tapi terbuka, tak sekedar 14 isu semata karena masih terdapat pasal-pasal lain di luar 14 isu itu. Soal pidana narkotika, kata pria biasa di sapa Eddy itu, pemerintah memang sedang melakukan revisi UU 35/2009.

“Memang kita akan pertimbangkan. Nanti kami akan bicara dalam tim internal sebaiknya memang (delik narkotika dalam RKUHP, red) tidak diatur. Kita menunggu saja RUU Narkotika,” tegasnya.

JRKN Dukung

Anggota Jaringan Reformasi Kebijakan Narkorika (JRKN), Erasmus Napitupulu menyatakan dukungannya atas kesepakatan antara pemerintah dan DPR itu. Menurutnya, dalam draf RKUHP terbaru, tindak pidana narkotika diatur pada bagian kelima Pasal 614–619 RKUHP. Dalam draf RKUHP itu mengatur beberapa larangan perbuatan yang sama dengan UU Narkotika.  

Seperti menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan, memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan. Kemudian menjual, membeli, menerima, menukar, menyerahkan, membawa, mengirim, mengangkut, mentransit, tanpa evaluasi mendasar pada rumusan pasal. 

“Ketentuan tindak pidana narkotika dalam RKUHP masih berfokus pada pendekatan-pendekatan pidana. Padahal pengaturan ini tidak menjadi sebuah solusi atas permasalahan narkotika yang ada di Indonesia saat ini,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) itu berpendapat dalam pengaturan tersebut tidak dimuat aspek administratif yang diatur dalam 35/2009. Seperti mengenai penggolongan narkotika dan pendekatan kesehatan. Dia menilai bila harus mengacu UU 35/2009, sejatinya tak lagi ada urgensi memasukkan ketentuan tindak pidana narkotika dalam RKUHP. Toh, memang sedari awal perbuatan tersebut adalah tindak pidana administrasi.

“Atas hal ini, JRKN menyerukan cabut pasal tindak pidana narkotika dari RKUHP. Kemudian fokus revisi UU Narkotika dengan pendekatan kesehatan dan bukan pidana dengan dekriminalisasi penggunaan dan kepemilikan narkotika untuk kepentingan pribadi, optimalisasi penggunaan narkotika untuk medis, dan hapus rehabilitasi sebagai hukuman,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait