Pemerintah Sedang Merancang Peraturan Pengupahan
Berita

Pemerintah Sedang Merancang Peraturan Pengupahan

Untuk menemukan titik ideal antara upah layak dan keberlangsungan dunia usaha.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Sedang Merancang Peraturan Pengupahan
Hukumonline

Pengupahan adalah salah satu isu yang kerap menimbulkan polemik dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia. Menurut Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rahma Iryanti, sangat sulit menentukan parameter upah layak.

Tiap orang, lanjut Rahma, punya persepsi yang berbeda tentang apa yang disebut upah layak. Karena itu, pemerintah saat ini lewat Bappenas sedang menggodok rancangan regulasi yang mengatur pengupahan.

Rahma melihat landasan hukum upah layak termaktub dalam sejumlah peraturan yang ada, salah satunya UU Ketenagakerjaan. Namun, dalam ketentuan itu ditegaskan ada pentahapan menuju upah layak. Sehingga ada Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi salah satu acuan menetapkan upah minimum. Mengingat belum ada rujukan jelas tentang apa itu upah layak karena banyak persepsi yang berbeda, tak ayal penetapan upah minimum tiap tahun selalu ada gesekan.

Berdasarkan besaran nominal, kenaikan upah minimum rata-rata sejak tahun 1996 sampai saat ini naik cukup tinggi, mencapai belasan persen. Namun, upah riil hanya meningkat tidak lebih dari lima persen.

Padahal, upah riil lebih berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan hidup karena akan percuma jika nominal upah dipatok tinggi tapi tak mampu menjangkau harga barang di pasar. Untuk itu, sangat penting bagi pemerintah merancang regulasi yang mengatur agar upah mampu memberikan kesejahteraan kepada pekerja sekaligus menjaga dunia usaha tetap berjalan. “Bappenas masih mengkaji bagaimana menentukan upah layak,” kata Rahma dalam diskusi yang digelar federasi serikat pekerja Aspek Indonesia di Jakarta, Kamis (30/5).

Kesulitan yang ditemui dalam mencari mekanisme menentukan upah layak menurut Rahma juga terjadi karena sulit mencari negara lain sebagai pembanding. Misalnya, di Jepang tidak ada yang disebut upah layak, namun mereka mendasarkan upah pada ongkos hidup standar. Kemudian, industri yang ada di Indonesia sangat beragam. Contohnya antara industri tekstil, sepatu, logam dan kertas menerapkan standar upah yang berbeda-beda.

Belum lagi ada keunikan di mana terdapat daerah kabupaten rata-rata upah minimumnya lebih tinggi dari survey KHL yang dilakukan dewan pengupahan di tingkat provinsi. Fenomena itu terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Oleh sebab itu, Rahma menekankan dalam menetapkan mekanisme menentukan upah layak harus berpegang pada prinsip kehati-hatian untuk melihat berbagai fakta yang terjadi di lapangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait