Pemutusan Kontrak Tanpa Sengketa Hukum
Kolom

Pemutusan Kontrak Tanpa Sengketa Hukum

Sebelum mengakhiri kontrak, perusahaan sebaiknya meninjau semua opsi yang tersedia bagi perusahaan untuk pemutusan kontrak guna menghindari sengketa hukum dengan kontraktor.

Bacaan 10 Menit

Setelah perusahaan dan kontraktor menyepakati Jumlah Akhir, perusahaan akan menerbitkan sertifikat rekening akhir kepada kontraktor dan kemudian kontraktor dapat mengirimkan tagihan kepada perusahaan. Kemudian, perusahaan akan membayar Jumlah Akhir kepada kontraktor dalam jangka waktu yang sesuai dengan ketentuan dalam kontrak. Pemutusan kontrak demi kenyamanan perusahaan adalah cara yang praktis dan cepat bagi perusahaan untuk mengakhiri kontrak. Apa pilihan terbaik bagi perusahaan untuk mengakhiri kontrak tanpa sengketa hukum dengan kontraktor? Jawabannya tergantung pada situasi yang dihadapi perusahaan.

Penasihat hukum internal dapat memberi saran kepada manajemen mereka tentang berbagai strategi dan opsi untuk mengakhiri kontrak dengan mempertimbangkan dampak operasional dan komersial terhadap perusahaan. Oleh karena itu, sangat penting bagi penasihat hukum internal untuk memahami aspek komersial dan teknis dari operasional perusahaan dan menggunakan sudut pandang secara general atau helicopter view untuk mendapatkan gambaran umum tentang situasi atau masalah (tanpa detail spesifik) dalam menangani pemutusan kontrak.

Terkadang perusahaan tidak punya pilihan lain selain mengakhiri kontrak karena kelalaian atau pelanggaran kontraktor. Dalam hal ini, perusahaan harus siap menghadapi kemungkinan perdebatan panjang dengan kontraktor di mana kontraktor akan menyangkal segala kelalaian atau pelanggaran, dan tidak puas dengan keputusan perusahaan yang kemudian mengakibatkan sengketa hukum di pengadilan atau arbitrase. Namun, jika perusahaan memiliki dasar dan bukti yang kuat dan sahih atas kelalaian dan pelanggaran kontraktor tersebut, maka mekanisme ini merupakan cara terbaik untuk mengakhiri kontrak. Mekanisme ini akan memungkinkan perusahaan menggunakan haknya dalam kontrak untuk mendapatkan semua tindakan korektif dari kontraktor.

Sebaliknya, meskipun perusahaan memiliki dasar yang kuat, namun karena perilaku kontraktor, sulit bagi perusahaan untuk meminta kerjasama kontraktor agar melakukan tindakan korektif dan hanya akan menghambat operasi perusahaan atau membawa kerugian bagi perusahaan, maka untuk menghindari perdebatan panjang tanpa titik temu, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk memilih opsi pemutusan kontrak demi kenyamanan perusahaan (seperti yang dijelaskan di atas), dan menggunakan jasa kontraktor lokal lain untuk melakukan tindakan korektif dan penyelesaian pekerjaan. Perusahaan juga dapat mempertimbangkan untuk mengakhiri kontrak melalui perjanjian penyelesaian.

Contoh Kasus Pemutusan Kontrak yang Pernah Ditangani

  1. Pemutusan kontrak melalui perjanjian penyelesaian.

Dalam contoh kasus ini, kontraktor melakukan pelanggaran material terhadap ketentuan kontrak. Perusahaan telah beberapa kali mengirimkan surat pemberitahuan kepada kontraktor atas pelanggaran yang dilakukan, namun kontraktor tetap tidak melakukan tindakan korektif. Kontraktor selalu menyangkal pelanggarannya dan terus berargumen untuk menghindari kewajiban menanggung biaya tindakan korektif. Tanpa penundaan lebih lanjut, perusahaan memutuskan untuk segera mengakhiri kontrak karena kelalaian atau pelanggaran kontraktor. Setelah perdebatan yang cukup sengit dan pihak perusahaan menyampaikan bukti-bukti kuat pelanggaran kontraktor, akhirnya pihak kontraktor mengakui pelanggarannya dan menerima keputusan perusahaan. Namun untuk melindungi reputasi dan kelangsungan bisnisnya, kontraktor meminta agar kontrak diakhiri dengan perjanjian penyelesaian.

Dalam situasi seperti ini, di sinilah peran penasihat hukum internal sangat penting dalam memberikan nasihat hukum kepada manajemen perusahaan terkait (i) opsi pemutusan kontrak karena kelalaian atau pelanggaran kontraktor (di mana berdasarkan pemutusan ini kontraktor tidak berhak menerima kompensasi dan harus menanggung biaya tindakan korektif oleh kontraktor lain yang memungkinkan kontraktor membayar kelebihan biaya kepada perusahaan) dan (ii) opsi untuk mengakhiri kontrak dengan perjanjian penyelesaian (di mana perusahaan mungkin harus menanggung biaya tindakan korektif oleh kontraktor lain. Namun dibandingkan jika kontraktor membawa sengketa ini ke pengadilan setempat, putusan tersebut cenderung merugikan perusahaan karena berbagai faktor, seperti pengadilan yang memihak kepada kontraktor lokal, padahal pihak perusahaan memiliki alasan dan bukti yang kuat atas pelanggaran kontraktor tersebut). Penting untuk dilakukan kalkulasi secara komersial mengenai matriks risiko dari setiap opsi yang akan dipilih oleh perusahaan.

Walaupun secara kontraktual, perusahaan memiliki alasan dan bukti yang kuat untuk mengakhiri kontrak akibat kelalaian atau pelanggaran kontraktor, namun dengan mempertimbangkan karakter dan perilaku kontraktor serta matriks risiko jika kontraktor membawa perselisihan ini ke pengadilan setempat, usulan kontraktor untuk mengakhiri kontrak dengan perjanjian penyelesaian akan menguntungkan perusahaan juga, sehingga perusahaan menyetujui dan menerima usulan tersebut.

Tags:

Berita Terkait