Penggunaan Teknologi dalam Mengakses Keadilan Perkara Pidana Online
Kolom

Penggunaan Teknologi dalam Mengakses Keadilan Perkara Pidana Online

​​​​​​​Pengadilan atau dalam hal ini Majelis Hakim harus memperhatikan perlakuan yang sama bagi masyarakat pencari keadilan dalam perkara Pidana.

Bacaan 9 Menit
  1. Dalam keadaan tertentu, baik sejak awal persidangan Perkara maupun pada saat persidangan perkara sedang berlangsung, Hakim/Majelis Hakim karena jabatannya atau atas permintaan dari Penuntut Umum dan/atau Terdakwa atau Penasehat Hukum dapat menetapkan persidangan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maupun secara elektronik.

Maka jika kita melihat bunyi pasal di atas, tidak disebutkan secara implisit persidangan Pidana secara Elektronik (Online) wajib dilakukan bagi Terdakwa (dan Penasehat Hukumnya). Ayat (1) tetap mengatur Persidangan dilakukan di ruang Persidangan Pengadilan, namun pada ayat (2) dibuka ruang kebijakan/diskresi Majelis hakim yang memeriksa, mengadili atau atas dasar permintaan Penuntut Umum dan/atau Permintaa Terdakwa (Penasehat Hukumnya) untuk melakukan Sidang secara Online.

Pelaksanaan sidang Elektronik (Online) harus pula mempertimbangkan perangkat elektronik yang ada di kantor Pengadilan, kantor Kejaksaan maupun kantor Rutan (rumah tahanan) tempat Terdakwa ditahan. Kementerian Hukum dan HAM selaku aparat yang mengurus rumah tahanan (tempat Terdakwa ditahan) telah membuat surat secara spesifik kepada Mahkamah Agung, meminta agar Mahkamah Agung menyidangkan perkara pidana terhadap Para Terdakwa yang di dalam Rutan dapat secara Online. Dengan alasan, pertimbangan, jika salah satu Terdakwa terkena/terpapar Covid saat sidang di Pengadilan, akan memiliki dampak yang besar, menularkan kepada ratusan atau ribuan tahanan (terdakwa) lainnya yang di dalam Rutan.

Segala perangkat aturan di atas, jika dilihat maka tidak ada yang salah, karena dibuat dan dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi maupun menyikapi situasi/keadaan luar biasa menghadapi wabah Covid-19. Namun yang perlu kita telaah lebih jauh adalah, apakah perangkat aturan atau alasan di atas, sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku sebagai Hukum Positif (Ius Constitutum) yang berlaku di Indonesia.

Aturan Hukum

Jika kita mengacu pada pemberlakuan suatu aturan/ketentuan hukum di Indonesia, maka kita terlebih dahulu harus melihat dan mengetahui hierarki dari pemberlakuan suatu aturan/ketentuan tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada Undang-Undang No.12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam Pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan di atas sesuai dengan hierarki tersebut dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Tags:

Berita Terkait