Penggunaan Teknologi dalam Mengakses Keadilan Perkara Pidana Online
Kolom

Penggunaan Teknologi dalam Mengakses Keadilan Perkara Pidana Online

​​​​​​​Pengadilan atau dalam hal ini Majelis Hakim harus memperhatikan perlakuan yang sama bagi masyarakat pencari keadilan dalam perkara Pidana.

Bacaan 9 Menit

Jenis peraturan perundang-undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:

  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”);
  2. Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”);
  3. Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”);
  4. Mahkamah Agung;
  5. Mahkamah Konstitusi (“MK”);
  6. Badan Pemeriksa Keuangan;
  7. Komisi Yudisial;
  8. Bank Indonesia;
  9. Menteri;
  10. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang (“UU”) atau pemerintah atas perintah UU;
  11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi dan DPRD kabupaten/kota;
  12. Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.

Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Maka jika kita melihat hierarki aturan yang berlaku di atas, dapat kita lihat UUD berada pada urutan pertama dan UU berada pada urutan ketiga. Di mana inilah yang menjadi landasan pemberlakukan hukum secara umum bagi setiap warga negara, diatur dalam Pasal 28 D ayat (1) yang menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Secara khusus dalam perkara pidana juga telah diatur dalam Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hak-hak Tersangka maupun Terdakwa telah diatur secara jelas mulai dari Pasal 50 s/d Pasal 68.

Yang pada pasal 64 menyebutkan dengan tegas “Terdakwa berhak untuk diadili di sidang Pengadilan yang terbuka untuk umum”.

Proses pemeriksaan di persidangan di dalam Pengadilan juga telah diatur dengan jelas dan lengkap mulai Pasal 145 s/d Pasal 232. Mulai dari pemeriksaan biasa, tindak pidana ringan, sikap Terdakwa, Penasehat Hukum dan Penuntut Umum jika Majelis Hakim memasuki ruang persidangan, sikap saksi-saksi dalam ruang persidangan, penilaian Majelis hakim terhadap menilai alat bukti dalam persidangan (keterangan saksi-saksi, keterangan Ahli dan Keterangan Terdakwa).

Dalam KUHAP, yang menjadi acuan dalam tata laksana penanganan perkara Pidana mulai dari Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, Persidangan hingga Putusan Pengadilan, jelas harus dilakukan dengan atau secara tatap muka langsung (face to face), dan tidak dikenal “due process of law” tersebut secara online/daring. Landasan filosofis KUHAP dilakukannya pelaksanaan tindakan hukum untuk keadilan yang (Pro Justicia) secara langsung kepada pihak-pihak terkait (Saksi-saksi, Ahli maupun Tersangka atau Terdakwa), dikarenakan hakekat dalam penanganan proses hukum pidana, adalah mencari kebenaran materiil dari suatu peristiwa yang diduga ada suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan Pidana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait