Penguatan Hak Fair Trial Terkait Eksekusi Pidana Mati dalam RKUHAP
Utama

Penguatan Hak Fair Trial Terkait Eksekusi Pidana Mati dalam RKUHAP

Ada 12 poin rekomendasi terkait proses eksekusi pidana dalam RKUHAP yang perlu mendapat perhatian bagi pembentuk UU.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

12 poin penguatan

Peneliti Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) Iftitahsari berpandangan penguatan hak-hak fair trial menjadi amat penting diatur dalam RKUHAP. Khususnya terhadap orang yang berhadapan dengan hukum dengan ancaman pidana mati. Makanya perlu ada jaminan standar perlindungan yang tinggi. Lembaga tempatnya bernaung pun telah melakukan penelitian yang ujungnya memberikan rekomendasi terhadap penguatan aturan hak-hak fair trial dalam RKUHAP.

Setidaknya ada 12 poin terhadap penguatan aturan hak-hak fair trial dalam RKUHAP. Pertama, jaminan hak atas informasi mengenai hak-hak tersangka secara lengkap sesegera mungkin pasca ditangkap. Termasuk hak mendapatkan bantuan penerjemah/juru bahasa, hingga hak mengajukan keberatan atas upaya paksa yang sewenang-wenang dan mendapatkan ganti kerugian/kompensasi. Jaminan hak atas informasi tak hanya diberikan terhadap tersangka, tapi pula penasihat hukum, keluarga, atau perwakilan negara khusus bagi warga asing.

Kedua, jaminan pendampingan hukum yang efektif oleh penasihat hukum yang kompeten. Ketiga, jaminan pelaksanaan proses peradilan dalam bahasa yang dimengerti.Setidaknya dimulai dengan kualitas pendampingan yang efektif oleh juru bahasa yang kompeten, standar kompetensi juru bahasa. Seperti mampu mengalih bahasa dan memahami istilah-istilah hukum dan lainnya yang relevan, serta juru bahasa yang tersertifikasi. Kemudian akses juru bahasa pada seluruh tingkatan proses peradilan hingga eksekusi.

Keempat, jaminan waktu dan fasilitas yang memadai untuk mengajukan pembelaan yang efektif. Seperti jaminan memanfaatkan waktu seluruh fasilitas kesempatan pembelaan, mempersiapkan dokumen pembelaan, hingga akses seluruh alat bukti sedari tahap pra persidangan. Kelima, standar pembuktian berdasarkan prinsip beyond reasonable doubt. Seperti larangan penggunaan alat bukti yang melanggar asas non self incrimination. Serta larangan penggunaan metode voting oleh majelis hakim dalam menjatuhkan pidana mati.

Keenam, jaminan hak atas upaya hukum yang seluas-luasnya dan tanpa batasan. Seperti kewajiban menempuh seluruh proses upaya hukum sebelum eksekusi. Menurutnya, bagi terpidana mati yang belum mengajukan upaya hukum tidak boleh dieksekusi hingga seluruh proses upaya hukum telah ditempuh. Serta larangan pembatasan pengajuan upaya hukum oleh terpidana mati.

“SEMA 10/2009 dan SEMA 7/2014 tentang PK hanya boleh 1 kali wajib dikecualikan untuk kasus pidana mati agar tetap memberikan peluang adanya perubahan hukuman ke depan jika suatu saat ditemukan bukti baru yang meringankan,” usulnya.

Ketujuh, jaminan hak mendapatkan pengampunan/pardon melalui grasi dan komutasi pidana mati. Setidaknya, adanya jaminan pendampingan hukum efektif dari penasihat hukum yang kompetensi dalam pengajuan permohonan grasi. Serta jaminan skema komutasi atau perubahan hukuman secara otomatis bagi terpidana mati.

Tags:

Berita Terkait