Penjelasan Hukum Terkait Besaran Pemberian Kompensasi PKWT
Utama

Penjelasan Hukum Terkait Besaran Pemberian Kompensasi PKWT

Uang kompensasi wajib diberikan ketika jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berakhir. Besaran kompensasi PKWT diatur dengan 3 ketentuan. Ada sanksi administratif bagi pengusaha yang tidak membayar kompensasi PKWT.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi PKWT: HGW
Ilustrasi PKWT: HGW

UU No.11 Tahun 2020  tentang Cipta Kerja mengubah sebagian UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satunya, Pasal 61 UU Ketenagakerjaan menjadi Pasal 61 dan 61A UU Cipta Kerja. Pasal 61A mengatur kompensasi PKWT. Pengaturan kompensasi PKWT ini diatur lebih teknis dalam PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PKWT-PHK). Lantas, kapan kompensasi PKWT bisa diberikan?

Kabag Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Agatha Widianawati, mengatakan kompensasi PKWT merupakan salah satu ketentuan baru yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Dari sisi pengusaha kompensasi ini tentunya menambah ongkos, tapi ini sebagai upaya untuk memberikan perlindungan yang sama antara pekerja PKWT dan PKWTT.

Agatha menyebut Pasal 15 UU No.35 Tahun 2021 yang mewajibkan pengusaha untuk memberikan uang kompensasi PKWT. Pemberian uang kompensasi PKWT dilaksanakan pada saat berakhirnya jangka waktu PKWT. Uang kompensasi diberikan kepada buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 bulan secara terus-menerus.

Pembayaran kompensasi PKWT dilakukan 2 tahap. Pertama, kompensasi diberikan pada saat berakhirnya jangka waktu PKWT sebelum perpanjangan. Kedua, kompensasi diberikan setelah berakhirnya jangka waktu PKWT setelah perpanjangan. Misalnya, PKWT selama 2 tahun, ketika berakhir maka mendapatkan kompensasi PKWT.

“Kemudian dilakukan perpanjangan, dan kompensasi berikutnya diberikan setelah PKWT perpanjangan itu selesai (berakhir, red),” kata Agatha dalam webinar bertema “Menelusuri Poin Penting PP No.35 Tahun 2021: Integrasi atau Inkonsistensi Regulasi?”, Jumat (26/3/2021) kemarin. (Baca Juga: Pengaturan Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja Dinilai Memenuhi Teori Keadilan)

Tapi untuk PKWT yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu, Agatha mengatakan kompensasi diberikan setelah berakhirnya perpanjangan PKWT. Misalnya, jangka waktu PKWT 3 tahun, tapi pekerjaan belum selesai sehingga mesti diperpanjang 2 tahun berikutnya. Dengan begitu, kompensasi PKWT diberikan pada saat tahun kelima atau saat jangka waktu perpanjanagan berakhir.

“Jika PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan lebih cepat penyelesaiannya dari waktu yang diperjanjikan dalam PKWT, uang kompensasi dihitung sampai dengan saat selesainya pekerjaan,” jelasnya.

Besaran kompensasi PKWT diatur dengan 3 ketentuan. Pertama, PKWT selama 12 bulan secara terus menerus, diberikan 1 bulan upah. Kedua, PKWT selama 1 bulan atau lebih, tapi kurang dari 12 bulan dihitung secara proporsional dengan perhitungan masa kerja per 12 dikali 1 bulan upah. Ketiga, PKWT lebih dari 12 bulan dihitung secara proporsional dengan perhitungan masa kerja per 12 dikali 1 bulan upah.

Agatha mengingatkan kompensasi PKWT juga berlaku bagi buruh pada usaha mikro dan kecil dengan besaran yang ditentukan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Kompensasi PKWT ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing (TKA). Bagi pengusaha yang tidak membayar kompensasi PKWT diancam sanksi administratif. Perubahan Pasal 190 UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja mengatur pemerintah pusat atau pemerintah daerah mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran, salah satunya pelanggaran Pasal 61A UU Cipta Kerja ini.

Sementara dalam Pasal 61 PP No.35 Tahun 2021 mengatur 4 sanksi administratif yang dapat diberikan. Pertama, teguran tertulis. Kedua, pembatasan kegiatan usaha. Ketiga, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi. Keempat, pembekuan kegiatan usaha.

Apresiasi

Sekjen K-Sarbumusi, Eko Darwanto, mengapresiasi terbitnya PP No.35 Tahun 2021 karena mengatur beberapa ketentuan yang melindungi buruh, salah satunya kompensasi PKWT. Dia menilai ketentuan ini sangat positif karena sebagai solusi bagi buruh PKWT karena selama ini mereka tidak mendapat pesangon, seperti buruh/pekerja PKWTT.

Bahkan, dia menilai tren pekerja saat ini yang menginginkan menjadi PKWTT jumlahnya semakin berkurang. Sebab, generasi milenial lebih memilih untuk bekerja lebih fleksibel, tidak terikat hanya pada satu perusahaan, tapi lebih. “Generasi milenial ini tidak mau bekerja hanya pada satu perusahaan saja. Tren ini juga dapat mengurangi potensi perselisihan terkait pemberian pesangon,” kata Eko.

Hakim Ad Hoc PHI pada MA, Sugeng Santoso, menilai kompensasi PKWT ini sebagai terobosan karena selama ini masalah PKWT terus bermunculan. Tidak sedikit perusahaan kerpa memanfaatkan PKWT untuk menghindari hak pekerja, seperti kewajiban pembayaran pesangon bila memberlakukan PWKTT dan kewajiban lainnya. “Tapi sekarang ada kewajiban pengusaha untuk memberikan kompensasi ketika PKWT berakhir,” katanya.

Tags:

Berita Terkait