Penjelasan Kejaksaan Soal Polemik Korupsi Di Bawah Rp50 Juta
Terbaru

Penjelasan Kejaksaan Soal Polemik Korupsi Di Bawah Rp50 Juta

Kejaksaan menekankan pada dampak yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi dengan kerugian di bawah Rp50 juta. Tapi, kebijakan ini ditentang KPK dan masyarakat sipil karena dinilai bertentangan dengan Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 7 Menit
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR. Foto: RES
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR. Foto: RES

Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, Kamis (27/1/2022) lalu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan dirinya telah meminta jajarannya tidak memproses hukum pelaku korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta dan meminta tersangka mengembalikan kerugian tersebut. Hal ini dimaksudkan agar proses hukum bisa diselesaikan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan.

"Untuk tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara," kata Burhanuddin dalam RDP bersama Komisi III DPR seperti dikutip Antara.

Jaksa Agung Muda Tindak Pindana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya memiliki aturan terkait penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian di bawah Rp50 juta yang dikeluarkan Jaksa Agung. Implementasi aturan tersebut akan dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari dampak ke masyarakat dan pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan serupa terus-menerus.

"Peraturannya sudah ada, peraturan di bawah Rp50 juta itu sudah ada pada kami (jaksa, red.). Tapi itu kan sangat hati-hati dilakukan," kata Febrie di Jakarta, Jumat (28/1/2022) lalu. 

Ia menjelaskan implementasi aturan tersebut, penyidik harus melihat sejumlah aspek dari tindak korupsi yang dilakukan pelaku diantaranya korupsi yang dilakukan di bidang apa, termasuk akibat perbuatan korupsi dengan nilai kerugian di bawah Rp50 juta. Ada langkah kalau perkara tersebut diputuskan dengan pengembalian kerugian keuangan negara, akan melibatkan aparat.

Dalam hal ini, kata dia, jaksa berkoordinasi dengan institusi tempat pelaku tindak pidana korupsi bekerja untuk mekanisme pemberian sanksi. Menurut dia, ada sejumlah mekanisme pemberian hukuman secara internal oleh lembaga negara terhadap pelaku tindak pidana, seperti hukuman disiplin. "Jadi tidak terputus bahwa itu (kerugian, red) di bawah Rp50 juta dengan dikembalikan kasus dihentikan. Ya ada beberapa pertimbangan juga maksud Pak Jaksa Agung," terang Febrie.

Akan tetapi, lanjut Febrie, jaksa telah mengukur segi dampaknya kepada masyarakat. Meskipun nominalnya kurang dari Rp50 juta, tapi berdampak kepada masyarakat akan menjadi pertimbangan memutuskan perkara tersebut dihentikan atau tidak setelah pengembalian. Hal ini agar pelaku tindak pidana korupsi tidak mengulangi perbuatannya terus menerus.

"Ini kan (korupsi, red) kecil kadang-kadang juga ada dampak langsung ke masyarakat. Korupsi dengan nominal kerugian kurang dari Rp50 juta, misalnya Rp10 juta jika dilakukan berulang berupa setoran, maka tidak dapat diselesaikan dengan pengembalian. Nah itu pertimbangan-pertimbangan ada di jaksa," kata dia.

Tags:

Berita Terkait