Penjelasan Polri Terkait Kerusuhan 21-22 Mei Mengecewakan Korban
Berita

Penjelasan Polri Terkait Kerusuhan 21-22 Mei Mengecewakan Korban

Polri luput menjelaskan kepada publik mengenai pelaku penembakan yang mengakibatkan 9 korban tewas. Presiden Jokowi didesak bentuk tim pencari fakta.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Koordinator KontraS Jakarta Yati Andriyani menyayangkan pernyataan Polri yang menyebut 9 korban tewas diduga sebagai perusuh. Pernyataan itu tidak dijelaskan lebih rinci peran dan keterlibatan mereka sebagai perusuh, pelaku penembakan, penyebab kematian, dan hasil rekonstruksi TKP, uji balistik dan bukti lainnya. Hal ini berpotensi menimbulkan asumsi publik terkait pelaku penembakan.

 

Polri juga menjelaskan personilnya tidak menggunakan peluru tajam, tapi dalam peristiwa itu ada 8 orang tewas karena tertembak atau ditembak. KontraS mencatat 3 korban tewas masih anak di bawah umur yakni R (16 tahun), WRR (17 tahun), dan H (15 tahun). Menurut Yati, Polri juga tidak menjelaskan terkait proyektil yang ditemukan di tubuh korban dan TKP serta lokasi arah tembakan yang mengakibatkan korban tewas dan luka.

 

“Adanya korban dalam perstiwa ini seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut lebih dalam aktor-aktor yang terlibat dan bertanggung jawab,” kata Yati di Jakarta, Rabu (13/6/2019).

 

Rilis Polri terhadap peristiwa kerusuhan 21-22 Mei itu, menurut Yati semakin membuat bias informasi yang dapat memperuncing polarisasi masyarakat dalam kedua kubu pendukung capres-cawapres. Proses penegakan hukum juga terlihat timpang. Polri harusnya menunjukan independensi dan akuntabilitas, sehingga tidak memunculkan bias informasi.

 

“Aparat harus terbuka terkait pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan personilnya atau siapapun yang diduga ikut bertanggung jawab baik karena tindakan langsung atau akibat dari pembiaran,” lanjutnya.

 

Yati menegaskan tidak boleh ada impunitas dalam penegakan hukum. KontraS mendapat informasi ada peserta demonstrasi menjadi korban salah tangkap dan mengalami kekerasan. Polri juga mengakui video yang beredar menunjukan perlakuan anggota polisi terhadap seorang peserta aksi. Tapi sampai sekarang belum ada keterangan mengenai proses hukum terhadap anggota kepolisian yang terlibat pengeroyokan itu.

 

KontraS juga menemukan adanya pembatasan akses terhadap saksi atau tersangka. Berdasarkan pengaduan yang diterima KontraS, Yati mengatakan orang yang ditangkap kesulitan bertemu dengan keluarganya. Kemudian tidak mendapat bantuan hukum dari advokat. Hal ini bertentangan dengan pasal 60 KUHAP yang menegaskan setiap tersangka berhak menerima kunjungan dari keluarganya. Polri juga perlu menelusuri dugaan keterlibatan mantan anggota Tim Mawar dalam peristiwa kerusuhan itu sebagaimana diberitakan media sebuah cetak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait