Pentingnya ‘Definisi Terorisme’ dalam RUU Terorisme
Berita

Pentingnya ‘Definisi Terorisme’ dalam RUU Terorisme

Pengaturan definisi terorisme dinilai penting sebagai parameter awal menentukan sebuah tindakan masuk kategori terorisme atau bukan dan membedakan antara tindak pidana makar dan terorisme.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Selama ini timbul stigma bahwa terorisme itu menyangkut kelompok tertentu dalam hal ini kelompok Islam. Akhirnya, usulan definisi disepakati. Panja pemerintah dan Panja DPR sepakat bahwa harus ada definisi,” tegasnya.

 

Dia mengakui tidak mudah merumuskan definisi makna terorisme. Misalnya, di Amerika saja, kata Arsul, kesulitan menentukan pendefinisian terorisme ini. Sebut saja, Federal Bureau of Investigation (FBI), Central Intelligence Agency (CIA), dan Security Advisor memiliki definisi terorisme yang berbeda-beda. Dengan begitu, belum ada kesamaan definisi terorisme yang baku di Amerika.

 

Ditegaskan Arsul, masing-masing institusi yang memberi usulan rumusan definisi terorisome belum mencapai kesepakatan rumusan yang ideal. “Ini dibahas lebih lanjut agar adanya persamaan persepsi atas definisi terorisme. Nanti harus ada titik temunya,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

 

Definisi terorisme penting

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju berpendapat definisi terorisme dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme amatlah penting. Sebab, definisi terorisme sebagai menjadi parameter awal menentukan sebuah tindakan masuk kategori terorisme atau bukan. “Pentinglah, karena biar lebih jelas ukurannya,” ujarnya.

 

Misalnya, serangan seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai serangan terorisme. Kemudian tindakan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana terorisme. Menurutnya, definisi terorisme sebagai alat untuk membedakan serangan yang dilakukan oleh orang sakit jiwa dan orang normal. “Dan dalam beberapa kasus bisa juga untuk membedakan dengan gerakan (yang menginginkan) kemerdekaan,” kata dia.

 

Anggara melihat pemerintah memang enggan mengatur definisi terorisme dalam draf RUU. Sebabnya, definisi terorisme ini berdampak (membatasi) terhadap ruang gerak aparat penegak hukum menjerat pelaku tindak pidana teroris. “Ironisnya, kalau tidak ada definisi terorisme, aparat penegak hukum dapat dengan mudah menjerat seseorang dengan UU Pembeantasan Tindak Pidana Terorisme,” kata Anggara.

 

Padahal, kata Anggara, belum tentu orang yang melakukan tindak pidana memiliki motivasi untuk melakukan serangan yang dapat dikategorikan terorisme. Tegasnya, pengaturan definisi terorisme penting sebagai upaya membedakan antara tindak pidana makar dan terorisme. “Kan keduanya mirip-mirip tuh,” katanya.

Tags:

Berita Terkait