Penyuap Bupati Kukar Dituntut 4,5 Tahun Bui
Berita

Penyuap Bupati Kukar Dituntut 4,5 Tahun Bui

Abun akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 14 Mei 2018 mendatang.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun dituntut hukuman penjara selama 4,5 tahun ditambah denda Rp250 juta subsider kurungan enam bulan karena memberi suap sebesar Rp6 miliar kepada Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Kaltim Rita Widyasari terkait penerbitan izin lokasi perkebunan kelapa sawit.   

 

"Agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Hery Sudanto Gun secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hery Susanto Gun dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan penjara ditambah denda Rp250 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti kurungan enam bulan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Dame Maria Silaban di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/5/2018) seperti dikutip Antara.

 

Hery Susanto Gun selaku Direktur Utama PT Sawit Golden Prima memberi Rp6 miliar kepada Rita Widyasari selaku Bupati Kutai Kartanegara periode 2010-2015 berhubungan dengan pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru kecamatan Muara Kaman kabupaten Kutai Kartanegera kepada PT Sawit Golden Prima.

 

Rita mengenal Abun yang merupakan teman baik ayah Rita, Syaukani HM. Abun sejak 2009 sebagai Dirut PT Sawit Golden Prima yang telah mengajukan izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di kabupaten Kukar, namun ada tumpang tindih atas permohonan izin lokasi.

 

Penyebabnya karena sudah pernah diterbitkan pertimbangan teknis pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kukar atas nama PT Gunung Surya dan PT Mangulai Prima Energi untuk perkebunan kelapa sawit.

 

Sebagian lokasi yang diajukan juga telah dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) untuk PT Kartika Kapuas Sari, sehingga sampai Mei 2010 izin lokasi tidak juga terbit. Baca Juga: Bupati Kukar Didakwa Terima Uang Haram Hampir Rp500 Miliar

 

Untuk memperlancar pengurusan izin lokasi itu, Abun memerintahkan stafnya Hanny Kristianto untuk mendekati Rita. Hanny pun meminta agar Rita segera menandatangani izin lokasi PT Sawit Golden Prima. Rita lalu menghubungi Kepala Bagian Administrasi Pertanahan pada Setda kabupaten Kukar Ismed Ade Baramuli untuk menanyakan proses izin lokasi PT Sawit Golden Prima dan dijawab bahwa izin sedang diproses. Selanjutnya Rita memerintahkan Ismed untuk segera menyiapkan draft surat keputusan izin lokasi tersebut.

 

Selanjutnya, surat keputusan izin lokasi seluas 16 ribu hektare itu disiapkan berikut stempel bupati Kukar. Surat dibawa Abun, Ismed dan Timotheus Mangintang ke rumah Rita. Padahal peraturan daerah Kukar menyatakan maksimal luas lahan perkebunan satu perusahaan adalah 15 ribu hektare.

 

Rita lalu menandatangi surat izin tersebut, padahal belum ada paraf dari pejabat terkait. Surat itu juga bertentangan dengan aturan yang menyatakan maksimal luas lahan perkebunan satu perusahan adalah 15 ribu hektare.

 

Sebagai kompensasi atas izin lokasi yang telah diterbitkan itu, Rita menerima uang dari Hery Susanto Gun alias Abun sebesar Rp6 miliar melalui rekening Bank Mandiri atas nama terdakwa pada 22 Juli 2010 sebesar Rp1 miliar dan pada 5 Agustus 2010 sebesar Rp5 miliar.

 

Rita Widyasari dalam persidangan menerangkan transfer uang dari Abun pada 22 Juli dan 5 Agustus 2010 sebesar Rp6 miliar merupakan jual beli emas sebesar 15 kilogram yang digunakan untuk membeli rumah dan menutup pengeluaran saat pilkada. Sementara Abun menerangkan transfer uang tersebut merupakan pinjaman kepada Rita dengan jaminan emas batangan sebesar 15 kilogram yang bila dalam waktu enam bulan tidak dibayar, maka emas akan menjadi milik Abun.

 

"Keterangan terdakwa dan Rita Widyasari tidak benar dengan alasan Setelah Rita Widyasari menerima transfer dari terdakwa di rekening bank Mandiri pada 22 Juli 2010 sebesar Rp1 miliar dan 5 Agustus 2010 sebesar Rp5 miliar, sehingga totalnya Rp6 miliar ternyata tidak dipergunakan oleh Rita Widyasari untuk membeli rumah, tapi habis digunakan untuk keperluan belanja pribadinya," ungkap jaksa Joko Hermawan.

 

Rita lalu membuat seolah-olah proses penyerahan emas terjadi pada 21 Juli 2010, maka pada 2014 saat proses pemeriksaan perkara KPK, Rita membuat tanda terima baru yang diminta tanda tangan Abun dengan tanggal mundur yaitu 21 Juli 2010 sesuai transfer Abun kepada Rita Widyasari ke rekening Mandiri pada 22 Juli 2010. Padahal nomor urut dan kode emas sama persis dengan tanda terima yang lama karena Rita mencontoh nomor urut dan kode emas dari tanda terima yang lama.

 

Apalagi pada 24 November 2010 Abun juga mentranfer uang kepada Rita Widyasari melalui rekening BCA atas nama adik ipar Rita Widyasari, Noval Elfarveisa sebesar Rp5 miliar dan 29 November 2010 sebesar Rp1 miliar yang digunakan untuk membeli rumah di Jalan Radio I No. 2C yang ditempati suami dan anak Rita Widyasari.

 

"Saksi Hanny Kristianto juga menerangkan transfer uang dari terdakwa kepada Rita pada 22 Juli 2010 sebesar Rp1 miliar dan 5 Agustus 2010 sebesar Rp5 miliar murni kompensasi izin lokasi bukan transaksi jual beli emas sesuai dengan keterangan staf keuangan terdakwa, Heni Rusdianto," ungkap jaksa Joko.

 

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan kesatu Pasal 5 huruf b UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Terhadap tuntutan tersebut, Abun akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 14 Mei 2018 mendatang. (ANT)

Tags:

Berita Terkait