PERADI SAI Kembangkan Program Pendampingan Desa bagi Petani
Terbaru

PERADI SAI Kembangkan Program Pendampingan Desa bagi Petani

Program pendampingan desa bagi petani bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, pendapatan, dan kesejahteraan petani dalam mengatasi masalah dalam kelompok menuju kemandirian.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Acara Instagram Live Hukumonline bertajuk Petani Masih Didiskriminasi, Bagaimana Seharusnya Advokat Berperan?, pada Kamis (29/9). Foto: WIL
Acara Instagram Live Hukumonline bertajuk Petani Masih Didiskriminasi, Bagaimana Seharusnya Advokat Berperan?, pada Kamis (29/9). Foto: WIL

Kehidupan petani sebagai penopang PDB negara terbesar perlu disikapi sebagai suatu hal yang harus dikembangkan dengan cara pembinaan diberdayakan, sehingga muncul kesadaran dan kemampuannya dalam meningkatkan taraf hidup.

Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi advokat, harus diikuti oleh adanya tanggungjawab masing-masing advokat dan organisasi profesi yang menaunginya. Ketentuan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat telah memberikan rambu-rambu agar profesi advokat dijalankan sesuai dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Profesi advokat sebagai profesi yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan ditentukan oleh peran organisasi advokat itu sendiri. Menangani hal ini PERADI SAI, melalui Ketua Komite Advokat dan Bantuan Hukum PERADI SAI, Francisca R.N. Alfiani, terus mengembangkan program PERADI SAI berupa pendampingan desa bagi petani.

Baca Juga:

“Sebagai suara advokat Indonesia, PERADI SAI mempunyai program pendampingan desa yang disitu tidak hanya mencakup petani, namun juga profesi lainnya seperti nelayan dan pekebun,” tutur Francisca dalam Acara Instagram Live Hukumonline bertajuk Petani Masih Didiskriminasi, Bagaimana Seharusnya Advokat Berperan?, pada Kamis (29/9).

Tidak hanya di PERADI SAI, ia mengungkapkan program pendampingan desa ini telah dilaksanakan oleh PERADI di DPC lain dengan nama yang berbeda.

“Di beberapa DPC sudah ada program desa dengan nama yang berbeda. Bahkan salah satu DPC PERADI telah melakukan pendampingan kepada tujuh belas desa. Ini bukan hal yang istimewa karena merupakan kewajiban kami sebagai advokat,” lanjutnya.

Sekadar diketahui, saat ini contoh kasus yang sedang ditangani PERADI SAI adalah permasalahan hukum yang dialami petani di Rawa Pening, Jawa Tengah. Dikabarkan, ribuan petani yang memiliki sawah di sekitar Rawa Pening mengalami puasa tanam dan panen selama tiga tahun belakangan. Pasalnya, lahan sebagai sumber utama penghasilan mereka terendam atau tergenang air dampak dari penutupan Pintu Air Tuntang.

Fransisca menambahkan pendampingan desa bertujuan untuk membantu dan mendampingi petani yang terkena persoalan hukum. “Kehadiran advokat kepada petani itu sangat penting, terutama soal kepemilikan. Khususnya petani penggarap yang menggarap di tanah negara, namun sudah menggarap lebih dari 30 tahun misalnya, kita bisa usahakan hak atas tanahnya,” katanya.

Bagaimana caranya petani bisa mengajukan permohonan sertifikat dan juga jika ada persoalan mengenai hak kepemilikan turun temurun yang bersengketa. Nah, disitulah advokat hadir mendampingi untuk surat-suratnya, advokat mendampingi urusan administrasinya,” lanjutnya.

Program ini bisa menjadi perhatian khusus advokat karena petani pasti membutuhkan bantuan advokat dan tidak jarang advokat muda bisa menjadikan program ini sebagai tempat awal untuk mengabdi.

Mengenai regulasi soal petani sudah banyak dikeluarkan oleh pemerintah. Namun ia mengungkapkan, seringkali regulasi tersebut masih kurang dalam implementasinya.

“Regulasi kita banyak yang bagus-bagus, tinggal diimplementasikan dengan baik. Contohnya mengenai data petani dan problem petani, mungkin kita punya database itu tetapi di lapangan belum terimplementasi dengan baik,” tuturnya.

Ia juga menyayangkan generasi muda yang saat ini seakan lupa dengan profesi pertanian yang berperan besar bagi lingkungan dan negara. Ia menghimbau generasi muda untuk bertani.

“Milenial ayolah bertani, suara-suara milenial ini yang perlu sampai ke pemerintah mengenai subsidi pupuk dan lain-lain. Database kita yang masih minim juga butuh tangan dingin para milenial yang pintar IT untuk membuat start up pertanian,” imbaunya.

Ia juga mengimbau saatnya milenial bertani karena potensi pertanian yang mampu menyumbang PDB terbesar nomor tiga dan bahkan masih belum banyak sektor pertanian yang belum tergali sehingga bisa menjadi harapan baru.

Terkait generasi muda, Francisca turut memberi wejangan kepada advokat muda dan mahasiswa hukum yang baru dan ingin mengawali karir sebagai advokat untuk dapat menangani kasus-kasus di sektor pertanian khususnya petani, pekebun, dan nelayan.

“Untuk semua paralegal, termasuk juga advokat senior, advokat junior ataupun mahasiswa hukum, petani itu adalah pahlawan ketahanan pangan sehingga sebagai advokat kita harus mendampingi petani dan memberinya penyuluhan secara berkala supaya petani lebih mengerti hukum,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait