Peradilan Contempt of Court Dinilai Tak Cocok Diterapkan di Indonesia
Berita

Peradilan Contempt of Court Dinilai Tak Cocok Diterapkan di Indonesia

Karena sistem peradilan di Indonesia menganut sistem non adversary model-inqusitorial yang memiliki kekuasaan besar yang tidak lagi perlu dilindungi dengan konsep Contempt of Court.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Sebab itu, Aliansi Nasional Reformasi KUHP meminta agar DPR dan Pemerintah meninjau ulang dimasukkannya Contempt of Court ke dalam RKUHP,” harapnya.

 

No.

RKUHP 28 Mei 2018

Penjelasan RKUHP

1

Pasal 303

 

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V, Setiap Orang yang secara melawan  hukum:

 

a. menampilkan diri untuk orang lain sebagai pembuat atau sebagai  pembantu  tindak  pidana, yang karena itu dijatuhi pidana dan menjalani pidana tersebut untuk orang lain;

 

b. tidak  mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;

 

c. menghina hakim atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan; atau

 

d. mempublikasikan atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang menimbulkan akibat yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.

Pasal 303

 

Huruf a:

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah agar pengadilan tidak keliru dalam mengadili dan menjatuhkan pidana pada seseorang yang bukan pembuat atau pembantu tindak pidana.

 

Huruf b:

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin lancarnya proses peradilan.

 

Huruf c:

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi peradilan atau proses sidang pengadilan terhadap perbuatan yang menghina atau menyerang atau merusak kenetralan pengadilan.

 

Huruf d:

Cukup jelas.

 

Catatan aliansi

Aliansi Nasional Reformasi KUHP memberikan beberapa catatan, khususnya Pasal 303 RKHUP. Bagi Aliansi, ketentuan Pasal 303 huruf c, tidak ditemukan penjelasan berlakunya pasal tersebut dalam persidangan ataupun di luar persidangan. Awalnya, Aliansi sepakat bila ketentuan tersebut dalam rangka melindungi hakim di dalam persidangan. Namun, Pasal 303 huruf c, ternyata mengandung penjelasan yang dapat memberi multitafsir.

 

Sebab, dalam konteks negara yang demokratis, peradilan tidak dapat lepas dari kritik. “Jangan sampai ketentuan ini malah melindungi peradilan dari kritik yang justru sebenarnya adalah kritik yang membangun,” ujarnya.

 

Kemudian, Pasal 303 huruf d menjadi pertanyaan. Sebab, ketentuan tersebut tidak sesuai dengan semangat kebebasan pers yang diamanatkan oleh UU Pers. Bahkan, berpotensi mengancam kemerdekaan jurnalis dalam usaha menyampaikan informasi maupun berita dari kasus yang sedang diproses di peradilan.

 

Hal ini akibat tidak ada ukuran yang jelas dan terukur bagaimana seorang hakim dapat terpengaruhi oleh publikasi yang dimaksud. Ketentuan ini jelas masih kabur. Bahkan dapat menjadi alat pengekangan terhadap kebebasan pers terutama ketika kesulitan melakukan investigasi. Bahkan, memberitakan artiket terkait perkara yang sedang berproses di perngadilan. “Padahal disitu ada hak publik atau masyarakat umum untuk tahu,” katanya.

 

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Easter mengatakan penerapan pasal Contempt of Court berpotensi pula mengancam pegiat anti korupsi. Misalnya pelarangan menghina atau menyerang integritas hakim. Padahal pada banyak kasus hal tersebut dapat tejadi akibat para pegiat anti korupsi mengkritisi kasus korupsi di lembaga peradilan.  

Tags:

Berita Terkait